06 Juni, 2014

Sebuah Tribut Untuk Frank Lampard: Segala Yang Terbaik Yang Pernah Terjadi Untuk Chelsea

Frank Lampard, menjadi kapten saat Chelsea meraih trofi Liga Champions pertama kalinya pada 19 Mei 2012

Menurut saya, tidak akan ada kalimat yang bisa melukiskan secara lengkap tentang cerita kepahlawanan seorang Frank Lampard selama 13 tahun karirnya di Chelsea. 13 tahun yang tak mungkin ditulis secara sempurna tanpa menyisakan sesuatu untuk terlupakan, karena sudah terlalu banyak yang telah dilakukan Super Frank untuk klub ini. Tapi, jika hari ini saya memutuskan untuk menuliskan sebuah tribut yang tidak mungkin sempurna untuknya, maka saya memiliki dua alasan kenapa saya harus melakukannya. Satu, cerita kepahlawanan Frank Lampard dengan seragam Chelsea berakhir pada tahun ini. Pada 3 Juni 2014 dinihari waktu Indonesia, Lampard mengucapkan salam perpisahan dari kamp latihan Timnas Inggris di Miami, USA, kepada seluruh fans Chelsea di dunia. Sebuah kalimat perpisahan yang membuat saya terus meneteskan air mata selama dua jam dan bahkan ketika saya mulai menuliskan tribut ini.  Kedua, saya tidak pernah menyangka keputusan saya pada November 2012 untuk membuat blog mengenai Chelsea akhirnya bisa mengantarkan saya untuk berjumpa dengan seorang pemain yang telah mendapatkan tempat pertama di hati saya dalam 10 tahun terakhir dan sangat mungkin selamanya. Frank James Lampard Jr.

Frank Lampard mulai resmi menjadi pemain Chelsea pada musim panas 2001 setelah The Blues memutuskan menghabiskan dana sebesar 11 juta Pounds untuk membelinya dari West Ham. Menurut keterangan banyak sumber, harga Lampard saat itu yang memang tergolong cukup mahal mengundang banyak sinisme. Chelsea dianggap bodoh mau menghabiskan uang sebesar itu untuk seorang pemain yang kemampuannya masih dinilai rata-rata. Meskipun Lampard telah menunjukkan potensinya di tim utama West Ham sejak usia 17 tahun, fans The Hammers menilai bahwa ia mendapatkan tempat di tim utama karena sang paman, Harry Redknapp adalah manajer dan ayahnya, Frank Lampard Sr. bekerja sebagai asisten manajer saat itu. Tapi, ketika West Ham jatuh ke posisi 15 pada musim 2000-01, keduanya dipecat dan Lampard yang mengaku bahwa dirinya cukup sakit hati dengan cara West Ham memperlakukan keluarganya memilih untuk turut hengkang. Saya yakin sekali pemilik Chelsea saat itu, Ken Bates, dan manajer Claudio Ranieri, tak pernah menyangka bahwa mereka sedang  membawa seorang pemain yang mampu membalikkan semua cibiran dan membayar keberanian mereka dengan kisah legendarisnya selama 13 tahun merumput di Stamford Bridge.

'This club has become part of my life and I have so many people to thank for the opportunity. Firstly, Ken Bates, who put his neck on the line to sign me as a young player and without him I would not have even begun this experience.' (Surat perpisahan Frank Lampard untuk Chelsea)

Di awal karirnya bersama Chelsea, jangankan para penggila sepak bola Inggris saat itu, Lampard pun menyatakan bahwa dirinya tak pernah berpikir klub London Barat tersebut akan mengalami sebuah revolusi gemilang di bawah kepemilikan Roman Abramovich yang dimulai sejak 2003. Dalam tahapan yang lebih ekstrim lagi, Lampard pastinya juga tak pernah berpikir bahwa dirinya menjadi sosok yang paling layak untuk mewakili kejayaan Chelsea hingga saat ini.

Frank Lampard, 7 Juni 2001, setelah resmi menandatangani kontrak bersama Chelsea

Di bawah kepelatihan Claudio Ranieri, Lampard sudah menjadi bagian dari tim inti Chelsea. Tapi, saat Roman datang pada musim panas 2003 dan mulai mendatangkan banyak pemain bintang di lini tengah The Blues, seperti Claude Makelele dan Juan Sebastian Veron, Lampard mengaku bahwa pada awalnya ia tak suka dengan Revolusi Chelsea di bawah Roman. Hal itu diakuinya pada wawancara dengan Four-Four Two pada Desember tahun lalu.

"When Roman arrived, I looked round and thought 'the big boys are starting to arrive now'. There was Claude Makelele and Juan Sebastian Veron - it seemed like every day they were signing a new midfielder! I can remember sitting on the bench for our first Champions League game that season next to John and Eidur (Gudjohnsen) and thinking, “I’m not sure I like this Chelsea revolution!” (Sumber: Four-Four Two)

Tapi, Lampard menjawab segala tantangan yang mendatanginya. Revolusi Chelsea tak akan pernah bisa disebut sebuah revolusi jika dirinya memilih untuk menyerah saat itu. Tak ada pemain yang berseragam Chelsea yang pernah masuk dalam jajaran dua pemain terbaik Eropa dan Dunia seperti yang pernah diraihnya pada tahun 2005. Tak ada satupun pemain Chelsea yang bisa merebut hati suporter untuk menobatkan seorang pemain sebagai Pemain Terbaik klub sebanyak tiga kali seperti Frank Lampard (2005, 2006, 2009). Bahkan, saat publik dan media sepak bola Inggris tak pernah cukup bersimpati dengan langkah Chelsea dan Roman Abramovich yang dianggap 'merusak' sepak bola, Frank Lampard meraih penghargaan pemain terbaik Inggris versi FA sebanyak dua kali (2004 dan 2005) dan pemain terbaik pilihan jurnalis Inggris di tahun 2005. Ya, pemain kelahiran Romford ini adalah segala sesuatu terbaik yang pernah dialami Chelsea dalam 13 tahun terakhir.

Frank Lampard dan Jose Mourinho, salah satu hubungan termanis antara pemain dan manajer di dunia sepak bola
Karir keemasan Frank Lampard di Chelsea awalnya digerakkan oleh sebuah momen yang dialaminya bersama Jose Mourinho. Pelatih Portugal itu datang di tahun 2004 dan menciptakan sebuah momen yang memberikan dampak luar biasa untuk mentalitas Lampard. Dalam sebuah dialog pendek di kamar mandi tempat latihan Chelsea, Mourinho mendatangi Lampard dan mengeluarkan kata-kata ajaibnya.

"I was last in the shower and turning to leave when I was stopped in my tracks by the manager. There was a moment of silence as I waited for him to move, but he looked me in the eye and I realized he had something to say.

'You are the best player in the world,' he said, without blinking. I was slightly confused as well as completely naked. Talk about feeling vulnerable.

" 'You,' he said more forcefully, 'are the best player in the world.' I felt a massive surge in confidence. I was walking on air for the rest of that day." (Autobiografi Frank Lampard, Totally Frank).


Pemain kelahiran 20 Juni 1978 ini seolah tersihir dengan kata-kata Mourinho tersebut. Dari sekedar seorang pemain bertalenta, ia menjelma menjadi pemain kelas dunia. Dampaknya terjadi seketika di musim itu juga. Super Frank menarik perhatian dunia dengan performa impresifnya di Eropa dan Inggris. Ia sukses membawa Chelsea ke semi final Liga Champions dan meraih gelar juara Liga Inggris untuk pertama kalinya setelah penantian selama 50 tahun. Dua golnya ke gawang Bolton Wanderers di bulan April 2005, yang menjadi penentu juara, selalu disebutnya sebagai gol terbaik yang pernah terjadi dalam karirnya.

Frank Lampard, Jose Mourinho dan John Terry saat merayakan juara Premier League 2004-05
 Juara Liga Inggris 2004-05 adalah satu dari sekian trofi Chelsea di era Roman yang melibatkan sentuhan jenius Frank Lampard di atas lapangan. Di tahun berikutnya, Chelsea kembali meraih gelar itu. Jika hanya harus dijelaskan dalam sebuah deretan angka untuk menunjukkan peran Lampard di dua musim tersebut, maka gelar top skor tim adalah jawabannya.

Lampard akan berumur 36 tahun pada tanggal 20 Juni tahun ini. Dia telah bermain selama 18 tahun di Premier League untuk West Ham dan Chelsea. Tiga trofi Premier League, empat Piala FA, dua Piala Liga Inggis dan masing-masing satu trofi Liga Champions dan Liga Europa telah menjadi bagian persembahannya untuk The Blues.

Pada 2009-10, saat Chelsea meraih trofi Premier League di bawah asuhan Carlo Ancelotti, Lampard mencetak 27 gol. Sebuah torehan yang menjadi satu penegas kehadirannya sebagai gelandang pencetak gol terbaik di Eropa. Ia adalah kapten tim saat mengantar Roman Emperor naik podium di Allianz Arena untuk mengangkat trofi Liga Champions pertama kalinya dalam sejarah klub di tahun 2012. Sebuah malam penuh kemanisan yang akan terus dikenang  oleh fans Chelsea di seluruh belahan dunia dan Lampard melakukan tugasnya dengan sangat baik untuk menggantikan peran John Terry sebagai pemimpin di atas lapangan.

Momen Frank Lampard menjadi top skor Chelsea sepanjang masa
Momen tak terlupakan lainnya datang pada bulan Mei 2013 tahun lalu. Dua gol nya ke gawang Aston Villa membuat ia sukses melampaui rekor Bobby Tambling sebagai top skor Chelsea sepanjang masa. Melihat bagaimana seluruh rekannya ikut larut dalam selebrasi gol keduanya, atau saat Big Pete menyediakan bahunya untuk mengangkat tubuh Super Frank setelah laga usai, itu adalah sebuah pemandangan dari betapa tingginya rasa hormat dan cinta yang didapatkan Frank Lampard dari rekan setimnya.

Selebrasi gol Frank Lampard ke gawang Liverpool, semifinal leg II Liga Champions 2007-08. Tribut untuk sang ibu

Nama Frank Lampard juga terikat begitu kuat di hati fans Chelsea dan ada begitu banyak kisah yang berbicara mengenai hal ini. Sebuah kabar duka di bulan April 2008 saat sang ibu, Pat Lampard, meninggal dunia, seolah menjadi kesedihan yang ikut dirasakan suporter. Bahkan, tiga hari setelah meninggalnya sang ibu, para pemain Chelsea merayakan gol Michael Ballack ke gawang Man. United dengan memberikan tribut untuk ibu dari wakil kapten Chelsea tersebut. Mereka mengangkat jersey bernomor punggung 8 yang bertuliskan RIP Pat Lampard. Empat hari kemudian, gol penalti Lampard ke gawang kiper Liverpool di semifinal leg kedua Liga Champions, dirayakannya dengan sangat emosional. Ia belari ke sudut lapangan, melepaskan ban hitam bertuliskan kata 'Mom' dari lengannya, menciumnya dan ia bersujud sambil menangis. Penuh haru biru, dan keriuhan fans Liverpool di Stamford Bridge pun tak mampu membendung emosi Frank. Tapi, tak ada ejekan yang biasanya ditujukan pada Frank tiap kali ia mencetak gol ke gawang Reina. Hanya standing applause dan tepuk tangan yang riuh rendah menyambut gol tersebut. Saya pun yakin banyak fans Chelsea yang ikut menangis bersamanya saat itu, termasuk saya.

Bicara soal kedewasaan di atas lapangan, saya sudah pernah membahasnya di artikel Frank Lampard: Truly Legend of Chelsea FC. Artikel itu mengupas reaksi Frank Lampard saat ia mendapatkan dua kartu merah di tahun 2008 dan 2009. Kartu merah yang tidak pernah seharusnya keluar dari kantong wasit dan akhirnya FA mengabulkan banding Chelsea atas dua kartu merah tersebut. Lampard terbebas dari hukuman larangan bermain. Tapi, bukan itu yang paling membekas di ingatan saya. Melainkan caranya menyikapi keputusan wasit yang merugikan dirinya dan tim. Tak ada konfrontasi berlebihan, ia tenang dan meninggalkan lapangan tanpa harus menciptakan keributan dari ketidak adilan yang diterimanya. Di luar urusan mengocek bola, Lampard memiliki kesantunan yang sangat elegan saat beraksi di atas lapangan. Dia menghormati ofisial pertandingan dengan cara yang sangat berintegritas. Tak sekedar berkata menghormati wasit, tapi dia juga memperlakukan para wasit dengan penuh hormat. Lalu, pernahkah anda mengamati, setiap dia mencetak gol jarak dekat, ia nyaris selalu menoleh ke arah hakim garis terlebih dahulu, hanya untuk sekedar memastikan bahwa ia tidak off side?

Lampard mungkin tak pernah dianugerahi talenta yang dimiliki Lionel Messi, Ronaldo, Hazard, Ronaldinho, yang membuat orang dengan begitu mudah akan memuja mereka. Tapi, sosok pekerja keras yang menempel pada dirinya membuatnya menjadi sebuah trend setter gaya permainan yang akan sulit diikuti siapapun.Agak aneh sebenarnya mendengar Lampard selalu menjadi pemain yang terakhir kali meninggalkan tempat latihan, baik itu di West Ham atau Chelsea. Atau bagaimana ia mengolah fisik dengan melakukan jogging malam hari bersama sang ayah saat ia masih muda. Dalam latihan, ia mengeksplorasi fisiknya, tapi sekali berada di atas lapangan, ia mengeksplorasi otaknya. Ia masuk ke kotak penalti lawan dengan cara yang nyaris sama, membuat para pemain lawan tidak menyadari kehadirannya dan tiba-tiba dia sudah berdiri berdekatan dengan kiper dan menceploskan bola ke dalam gawang. Terlihat mudah, tapi hanya pesepak bola jenius yang bisa melakukan perhitungan yang tepat seperti itu berkali-kali.

Frank Lampard mengangkat trofi Liga Europa 2012-13 sebagai kapten dalam final di Amsterdam
Lampard adalah sosok yang tidak hadir dengan sejumlah atribut permainan indah untuk dipamerkan, ia memang tidak memilikinya. Tapi, ia memiliki keefektivitasan permainan luar biasa yang cukup mengejek paradigma sepak bola Inggris yang menonjolkan permainan fisik. Ia tidak akan pernah memiliki heroisme Gerrard yang terus berlari-lari sepanjang laga dan menjadi figur paling spektakuler di atas lapangan. Sebagian besar penggemar sepak bola tak akan pernah menyebut Lampard sebagai pemain paling spektakuler di generasinya, meskipun deretan rekor gol, jumlah penampilan beruntun, assist, masuk dalam daftar prestasinya. Alasannya sederhana, ia membuat semua orang berpikir bahwa apa yang ia lakukan tampak begitu mudah. Sebuah penilaian dari Claudio Ranieri yang amat saya setujui. Dan yang membuat saya melihat Lampard semakin luar biasa adalah, ia tidak pernah keberatan dengan gaya permainannya yang mengundang sikap remeh dari banyak pihak tersebut. Sepertinya akan sulit untuk menemukan kembali pemain yang memiliki keefektivitasan seperti dirinya. Dia begitu kukuh dengan identitas permainannya.

Intinya, seperti yang saya tulis sebelumnya, nama Frank Lampard adalah segala sesuatu yang terbaik yang pernah terjadi dalam Revolusi Biru di era Roman Abramovich. Dia dan Chelsea adalah satu koin logam tapi berlawanan sisi. Mourinho pernah berkata bahwa Chelsea tidak mendapatkan respect yang seharusnya didapatkan oleh sebuah tim yang cukup konsisten membawa bendera Inggris di kancah Eropa. Ada dua hal yang menyebabkan hal tersebut, Chelsea tak memiliki sejarah kejayaan yang panjang di masa lampau layaknya Man. United ataupun Liverpool. Kedua, orang-orang terlalu berkonsentrasi membahas uang yang berputar di Stamford Bridge. Tapi, kehadiran Lampard seperti menjadi penetralisir kesinisan tersebut. Ia tangguh sebagai seorang pemain, pribadi yang manis dan sederhana, intelektualitasnya mampu menjangkau rasa hormat dari publik dan media sepak bola. Chelsea akan sangat sulit untuk kembali menemukan pemain dengan profil yang nyaris sempurna seperti itu untuk menjadi simbol dari sebuah klub yang tidak mendapatkan terlalu banyak simpati.

Kecintaan saya terhadap Chelsea dan terutama Frank Lampard, membuat saya termotivasi untuk membuat blog ini pada November 2012. Sungguh, saya tak pernah menyangka bahwa blog ini jugalah yang akhirnya mengantar saya untuk bisa berjumpa dengan Frank Lampard, sesuatu yang bahkan tak berani saya impikan 11 tahun lalu, saat saya mulai jatuh cinta pada Chelsea. Dan, saya bisa katakan, saya bangga dengan cara saya mewujudkan pertemuan saya dengan Frank Lampard cs.

Saya kemudian menghasilkan beberapa tulisan mengenai klub ini, tentang para pemain dan manajer. Sebuah kejadian yang tak saya sangka-sangka terjadi pada Maret 2013. Akun twitter saya tiba-tiba mendapatkan follow back dari akun @chelseafc_indo. Sebuah DM dari akun tersebut menyebutkan bahwa akun saya memiliki pengaruh yang cukup bagus di kalangan fans Chelsea di Indonesia dan mereka meminta kesediaan saya untuk ikut terlibat dalam agenda promosi tour Chelsea ke Jakarta dan meminta alamat email saya. Meskipun saya tak terlalu paham maksudnya, saya tak mungkin menolak.

Sebulan kemudian, saya menerima sebuah email dari salah satu karyawan Chelsea FC di Asia Pasifik yang menjelaskan bahwa saya akan terlibat dalam sebuah kompetisi blogger untuk memenangkan hadiah berupa akses berjumpa dengan para pemain Chelsea saat mereka tiba di Jakarta dan sejumlah merchandise. Saya tak bisa melukiskan perasaan saya saat itu. Saya langsung terburu-buru membayangkan ide-ide tulisan yang akan saya muat di blog saya.

Saya melibatkan banyak fans Chelsea di Indonesia kemudian, CISC Jogja, Nadia, Kiky, Hany, Lulu, untuk menceritakan pengalaman mereka selama menjadi fan Chelsea sebagai bahan tulisan saya. Singkat cerita, saya berhasil memenangkan kompetisi ini dan berhak mendapatkan akses ke sebuah acara Signing Session pemain Chelsea pada tanggal 24 Juli 2013.

Menyadari bahwa saya akan berjumpa dengan Frank Lampard membuat saya sangat bahagia. Tapi, saya juga sadar pengawalan ketat akan membuat fans Chelsea di Indonesia kesulitan berjumpa dengan idola mereka. Mengetahui bahwa rekan-rekan dari akun @lampsindofans memiliki sebuah proyek berupa buku yang berisi dukungan dari fans Lampard, saya pun menawarkan bantuan untuk memberikan buku tersebut ketika saya berjumpa dengan Lampard. Selain saya ingin membuat fans Lampard yang tidak cukup beruntung untuk bertemu dengannya ikut merasakan kebahagiaan, saya juga ingin Lampard mengetahui bagaimana ia telah menjadi salah satu figur yang sangat dicintai oleh fans Chelsea di Indonesia.

Saya berhasil mendapatkan tanda tangan Lampard dan beberapa pemain lainnya di jersey Petr Cech milik saya. Saya juga berhasil memberikan buku tersebut. Saya hanya tidak berhasil mengambil foto dengannya. Sekali lagi, pengawalan ketat selama Chelsea di Jakarta sangat membuat fans kesulitan dan tidak nyaman. Tapi, saya tak marah dengan kenyataan itu. Mungkin akan tiba saatnya nanti saya bisa berfoto dengannya, suatu saat nanti.

Kisah itu sudah berlalu hampir setahun yang lalu. Dan saat mengetahui bahwa Frank Lampard tak lagi menjadi pemain Chelsea FC, saya menyadari satu hal. Saya sangat mencintai Super Frank, Tuhan mengetahui itu dan telah begitu bermurah hati pada saya untuk memberikan saya kesempatan berjumpa dengannya. Saya tidak tahu apakah itu akan menjadi satu-satunya pertemuan saya dengan Lampard, tapi saya sangat berharap saya bisa berjumpa lagi dengannya kelak. Saat ia kembali ke klub ini dan kembali menjadi bagian dari dewan klub, manajemen atau staff pelatih. Entahlah akan butuh waktu berapa lama lagi baginya untuk kembali, saya berharap secepatnya. Tidak akan pernah sama Chelsea tanpanya, dan jujur saja begitu juga rasa cinta saya pada klub ini. Saya pasti akan berhenti bersedih, berhenti menangisi kepergiannya, tapi tetap akan ada sebuah lubang besar yang tak akan pernah bisa diisi oleh siapapun, karena Lampard tak akan pernah bisa tergantikan.

Dan, sebuah pernyataan Jose Mourinho, yang dikenal sangat dekat dengan Lampard, membuat saya semakin tidak sabar menunggu waktu kembalinya sang legenda ke Stamford Bridge. Mourinho menegaskan bahwa seluruh elemen Chelsea, termasuk Roman Abramovich sang pemilik klub, menginginkan dia kembali, dan semuanya akan diserahkan kepada Lampard sendiri untuk memilih posisinya di klub ini. Bahwa, kepergian Lampard sebagai seorang pemain hanyalah sebuah fase break karirnya bersama Chelsea. Mourinho tidak menolak kemungkinan bahwa Lampard bisa menjadi asistennya atau bahkan suksesornya suatu saat nanti.

Saya akan mengambil kutipan Jose Mourinho tersebut, agar saat saya membuka blog ini, saya selalu ingat bahwa Frank Lampard akan kembali dan apa yang diharapkan seluruh bagian klub ini untuknya. Saya berharap itu tak butuh waktu lebih dari dua tahun. Semoga, saat momen itu tiba, antusiasme saya tak pernah berubah untuk menyambutnya kembali, dan saya bisa kembali merasakan lebih berbahagia lagi sebagai fans Chelsea. Karena, salah satu arti penting kebahagiaan saya dalam 11 tahun menjadi fans klub ini adalah kehadiran seorang Frank James Lampard Jr dan segala kisah yang mengiringinya.

“It’s not the end of Frank’s career at Chelsea - it’s just a little break. It’s the end of his career as a Chelsea player, but he will be back for many, many years because he’s one of the most important players in the club’s history.

“You can’t imagine how difficult it was for him to leave.

"I think only he knows because we spoke - not by phone, in person - but at the same time I can feel some happiness about the process because for sure he comes back to Chelsea one day. For sure.

“Everybody wants it, Mr Abramovich - the No.1, the most important person - wants very much Frank to be back, I want him to be back, the staff want him back, so he comes back for sure.

“And the other thing is that he can come back the way he wants.

"Mr Abramovich has left the door completely open for him on the understanding Frank can do anything he wants at this club: he can try things, feel where he is better suited, we can feel as a club where he can give us more, but he can come back when he wants and, to repeat Mr Abramovich’s words, the way he wants.

“He can be a coach, he can start at the academy, he can start being my assistant at the same time because he is doing his coaching badges, or he can start in a different role.

“He can decide in this moment whether he wants to start immediately in a coaching role, or if he wants to be an ambassador, representing the club in important places of our life - he can do what he wants.

“For now, he feels that he still wants to play football for another two or three years, and he is happy to do that because it’s the thing he loves most apart from his family.

“In the middle of the sadness I can feel some happiness because he’s a fantastic person, and I also feel happy because the club recognise that.”

“Sometimes people get older and they find maturity, but Frank has been mature since I met him years ago.

“In terms of the players I have coached, he is my concept of the special midfield player.

"There are specialists like the anchor man, or the No.10 who people call ‘creative’ because he creates but he doesn’t defend.

“For me, Lampard is a No.6 and a No.10 - so he becomes a No.8, and he is not just the best No.8 I’ve managed, but I have not seen a better one in the last decade.

“At the end of the day, in football the only objective is the numbers, and when you go to this man, look at the number of matches he has played, the number of goals he scored, the number of assists, the number of ball recoveries, the areas on the pitch he covered... he was the best for 10 years, not just for me.

"I don’t see another one.” (Jose Mourinho as quoted by Mirror Football)



No goodbye, just I'll see you soon, Frank Lampard! #KTBFFH

READ MORE - Sebuah Tribut Untuk Frank Lampard: Segala Yang Terbaik Yang Pernah Terjadi Untuk Chelsea