03 Mei, 2014

Mengenang 20 Tahun Ayrton Senna

Ayrton Senna (photo by: Daily Mail)

"Siapakah pebalap Formula 1 terbaik sepanjang masa?"

Well, pertanyaan di atas bisa menghasilkan jawaban yang berbeda-beda tergantung kepada siapa Anda menanyakannya. Jika anda menanyakannya pada orang awam yang hanya membaca sesekali berita tentang F1 tentu akan menjawab Sebastian Vettel. Pun begitu jawabannya bila anda bertanya pada orang-orang yang baru menonton F1 2-3 tahun belakangan. Bila anda bertanya kepada saya atau kepada generasi 90-an lainnya, kami dan banyak orang lain di dunia ini bersepakat bahwa jawabannya adalah Michael Schumacher. Jika jawabannya adalah Valentino Rossi, maka silakan anda ulangi pertanyaan itu di tempat lain karena mungkin saja anda bertanya ke komunitas balap yang salah.

Tapi, apabila pertanyaan tersebut disodorkan kepada mereka yang sudah sangat lama menggemari olahraga ini, termasuk para pebalap F1 itu sendiri, mereka akan memunculkan satu nama: Ayrton Senna.

Ah, dari kehampaan di wajah dan kernyitan di dahi kalian saya tahu kalian semua tidak tahu siapa itu Ayrton Senna. Atau jangan-jangan kalian malah baru mendengar namanya dari tulisan ini?

Ayrton Senna da Silva adalah Juara Dunia Formula 1 tiga kali (1988, 1990, 1991). Jika dibandingkan dengan Schumacher yang memiliki 7 gelar Juara Dunia tentu dia lebih inferior. Bahkan gelar Juara Dunia Senna lebih sedikit dari yang dimiliki Sebastian Vettel (4).

Lantas apa yang membuat Senna spesial?

Bagi anda yang mengagungkan Vettel sebagai pebalap muda berbakat, baiknya anda membaca biografi Ayrton Senna. Vettel membalap di tim yang sudah "jadi" dengan mobil yang jauh superior dibandingkan lawan-lawannya. Coba saja anda berikan mobil Vettel kepada pebalap lain, pasti pebalap tersebut secara ajaib menjadi lebih cepat dan susah untuk diovertake. Tapi seperti yang anda lihat musim ini, ketika ada perubahan total regulasi di mana setiap tim harus memulai dari nol, sudah empat seri berjalan dan kemampuan mobilnya menurun jauh. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain merengek pada mekanik untuk melakukan sesuatu pada mobilnya.

Senna adalah orang yang detail. Pada masa itu mobil masih menggunakan transmisi manual dan kecepatannya jauh lebih bengis dari mobil F1 sekarang. Ditambah dengan prosedur keselamatan yang jauh lebih buruk dari sekarang. Sehingga sering terjadi seorang pebalap tewas saat balapan. Dengan itu semua dia membalap, memberi input kepada mekanik, dan tidak akan puas sebelum semua masalah teratasi secara permanen. Anda sudah menonton Rush? Ada adegan di mana Lauda memberi input kepada mekaniknya di garasi dan membuat mobilnya jauh lebih cepat. Senna pun demikian. Dia yang meminta mekanik mengerjakan ini dan itu, memperbaiki area itu, mengupgrade area ini, dan seterusnya.

Gaya membalap Senna luar biasa ngotot. Jika sudah terjadi wheel-to-wheel, dia tidak akan mengerem. Pilihannya adalah memaksa lawannya membiarkan dia lewat atau mereka berdua akan tabrakan. Tidak banyak pebalap F1 sekarang yang seberani dia. Bayangkan jika Senna masih hidup dan mengemudi di Jakarta, berapa banyak pengendara motor yang akan terserempet atau bahkan tertabrak mobilnya. You don't play chicken with Ayrton Senna.
 
Bagi Senna tidak pernah ada kata 'team order'. Rekan satu timnya yang juga sesama Juara Dunia Alain Prost yang paling merasakan hal ini. Rivalitas keduanya bisa diibaratkan seperti Sherlock Holmes dengan Jim Moriarty. Bahkan ketika mereka berdua pindah tim, ada klausul khusus di kontrak Senna yang menyatakan bahwa Senna tidak mau membalap satu tim lagi dengan Prost. Apabila film Rush mau dibuat sekuelnya, mungkin Senna vs Prost ini akan sangat pas.

Siapa yang bisa lupa GP Prancis 92 di mana Schumacher muda menabrak Senna dan mengakibatkan Senna gagal finish? Selepas balapan Senna menghampiri Schumi dan berbicara empat mata.

"If you have a problem then come and talk to me. But don't ever to that again."


Sejak saat itu, mereka berdua terlibat rivalitas hingga saat kematian Senna di GP San Marino 94 (Senna saat itu sedang memimpin lomba diikuti oleh Schumacher di belakangnya).

Tujuan Senna cuma satu, setiap ada gap yang terbuka lebar, tugas dia adalah menghilangkan gap tersebut. Dia membalap untuk menjadi nomor satu, bukan untuk menjadi yang kedua, ketiga, atau keempat.

Jiraiya dari Konohagakure pernah berkata, "Jika anda ingin melihat kualitas seseorang, jangan ketika dia hidup. Tapi lihat bagaimana ketika dia meninggal." Ayrton Senna tewas saat balapan di Imola tahun 1994. Jutaan orang menangisi kematiannya. Brasil mengumumkan tiga hari berkabung. Dan semenjak itu, regulasi balap diubah total, aspek keselamatan menjadi yang utama. Sirkuit Imola yang membahayakan itu direnovasi ulang. Terbukti sejak kematiannya, belum ada lagi pebalap F1 yang tewas di lintasan.

Ayrton Senna adalah pebalap yang spesial dan mungkin tidak ada lagi pebalap yang bisa menyamainya baik di dalam dan luar lintasan. Namanya akan tetap hidup bahkan bertahun-tahun setelah kematiannya.

Jadi, bagaimana jika pertanyaan di atas tadi ditanyakan kepada Juara Dunia tujuh kali, Michael Schumacher? Jawabannya adalah: "Ayrton Senna".


READ MORE - Mengenang 20 Tahun Ayrton Senna