11 November, 2013

Menanti Sinergi Jose Mourinho dan Chelsea

 
Sebulan yang lalu saya mendapatkan kesempatan untuk memberikan opini saya sebagai fans Chelsea ke dalam bentuk tulisan dari salah satu redaksi majalah sepakbola, Four Four Two Edisi Indonesia. Saya pun mengiyakan dan punya waktu empat hari untuk menuliskan opini saya dengan batasan tiga sampai empat halaman A4. Saya berakhir dengan tulisan sebanyak lima lembar A4 dan saya harus mengeditnya. Saat tulisan ini diterbitkan di edisi bulan November 2013, bahkan masih ada beberapa bagian lagi yang diedit dan saya tentu bisa memahaminya. Terima kasih untuk Four Four Two Indonesia dan Stara Anna (@StaraAnna), teman saya sesama fans Chelsea yang mengajukan nama saya ke redaksi.

Jadi, saya menuliskan versi utuh opini saya itu di blog saya, dengan sedikit sekali tambahan agar tidak terkesan basi karena ada beberapa kejadian lagi setelah tulisan ini dibuat medio Oktober lalu. Jadi, silahkan menikmati. Opini dan komentar akan semakin bagus untuk tulisan-tulisan saya selanjutnya. Terima Kasih!




Saat isu kembalinya Jose Mourinho ke Stamford Bridge mulai berhembus sekitar medio Maret lalu, sebagian besar fans Chelsea di seluruh dunia sangat antusias menyambut isu tersebut. Tujuh tahun meninggalkan Chelsea, kerinduan terhadap Jose Mourinho masih begitu besar. Chelsea begitu sering berganti manajer di era Roman Abramovich dan kapanpun hal itu terjadi, masih banyak fans Chelsea yang membayangkan suatu saat Mourinho akan duduk di 'kursi paling panas' dalam dunia sepakbola saat ini. 
Jadi, saat Chelsea FC mengumumkan bahwa Jose Mourinho resmi kembali ke tempat yang selalu disebutnya sebagai rumah, sebagian besar fans Chelsea sangat, sangat bahagia, tapi mungkin tidak terkejut. Kenapa? Sebelumnya, semua orang sudah membicarakan The Special One akan kembali ke Chelsea, Mourinho mengaku bahwa dirinya tak akan bertahan di Real Madrid untuk musim berikutnya dan Rafael Benitez mengatakan di hadapan pers bahwa semua orang tahu siapa yang akan duduk di kursi manajer Chelsea musim 2013-14!

Salah satu akun twitter fans Chelsea, @franklampardUK, menyebutkan, 'Mourinho's return might just be the worst-kept secret of all time. #ComingHome.' (17 Mei 2013). Ya, bahwa kembalinya Mourinho itu seperti sesuatu yang dirahasiakan dengan sangat buruk yang pernah ada, karena semua orang seperti sudah mengetahuinya jauh-jauh hari sebelum Chelsea FC mengumumkan berita tersebut di awal Juli 2013!
Citra seorang Mourinho dari segi personal tak pernah berubah sedikitpun. Dia tetap seorang manajer yang sangat terbuka dalam berkomunikasi, optimistis tentang segala kekuatan yang dimilikinya dan sebenarnya, menurut saya, Mourinho sangat humoris. Tapi, dari segi profesional, Mourinho kembali ke Chelsea dengan sejumlah pengalaman berharga yang tak dimilikinya saat datang di tahun 2004. Prestasinya di Internazionale dan Real Madrid mau tak mau membuatnya menanggung sebuah ekspektasi yang jauh lebih tinggi untuk membawa Chelsea kembali menggeliat sebagai penantang juara Premier League.

Ya, Premier League. Saya tidak mencantumkan kompetisi Liga Champions sebagai tolok ukur kesuksesan seorang manajer atau sebuah tim. Bagi saya kompetisi domestik dengan 38 pertandingan kandang-tandang adalah sebuah sistem yang ideal untuk mengukur kualitas tim yang sebenarnya. Tantangan reguler yang disajikan tiap pekan membuat klub yang menjadi juara di akhir musim bisa dinilai sebagai tim dengan persiapan terbaik, skuad terbaik dan konsistensi terbaik.

Jika, ada yang menilai kualitas Liga Champions di atas kompetisi domestik seperti Premier League, La Liga ataupun Bundesliga, saya bisa mengatakan Liga Champions unggul dari segi gengsi saja karena mengumpulkan tim-tim terbaik dari tiap kompetisi Liga di Eropa. Namun, saat berkompetisi di kancah domestik pun, tim-tim seperti Chelsea, Man. United, Arsenal dan Man. City kerap menelan kekalahan dari tim-tim medioker yang bahkan bukan peserta Liga Champions. Tidak ada fase knock out, dimana harapan anda untuk menjadi juara langsung dihabisi dalam dua match yang menentukan. Untuk menjadi juara di Liga Champions, faktor keberuntungan yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan untuk menjadi juara Premier League.

Kembali lagi ke Chelsea dan Jose Mourinho. Tantangan yang diterima Mou tak main-main. Skuad Chelsea telah mengalami banyak perubahan signifikan, terutama dalam dua tahun terakhir.  Bagi saya sebenarnya semua dimulai ketika Chelsea membeli David Luiz dan Ramires di era Carlo Ancelotti. Dari pembelian dua pemain Samba tersebut, saya sudah mencium gelagat bahwa manajemen Chelsea tengah membangun sebuah rencana untuk membentuk The Blues menjadi tim dengan karakter yang berbeda, intinya bermain lebih fleksibel dan meninggalkan sepakbola fisik peninggalan Jose Mourinho dan Liga Inggris itu sendiri, sebenarnya. Dilanjutkan dengan penandatanganan Juan Mata (2011), Eden Hazard, Oscar, Marko Marin (2012), semakin jelas bahwa Chelsea memang ingin merubah wajah mereka.

Sayangnya, tak ada satupun manajer yang benar-benar sukses membangun konsistensi dalam proses perubahan ini. Andre Villas-Boas dipecat setelah hanya menjalankan tugas selama tujuh bulan dengan segala kegagalannya dari segi teknis dan membangun hubungan baik dengan pemain senior, dimana itu adalah hal yang sangat fatal. Lampard mengatakan bahwa kesalahan utama Villas-Boas adalah terlalu memikirkan masa depan, tanpa mempertimbangkan apa yang diraih skuad Chelsea saat itu. Mungkin ini ada benarnya, karena dengan deretan pemain top, tuntutan untuk menjadi juara selalu ada.

Juara setelah penantian panjang di era Roman Abramovich. Chelsea layak beruntung
Roberto Di Matteo memang sukses membawa Chelsea menjadi juara Liga Champions dan Piala FA, tapi Chelsea berakhir di peringkat enam Premier League dan di musim selanjutnya Chelsea malah tak lolos dari fase grup Liga Champions dan performa yang menurun di Premier League usai kekalahan 2-3 dari Manchester United. Awal yang mengesankan di sembilan laga awal Premier League musim 2012-13 tak lepas dari lawan-lawan Chelsea di Premier League yang saat itu standarnya memang di bawah Chelsea, tapi ketika Chelsea harus menghadapi tim sekelas Juventus, Shakhtar Donetsk dan Atletico Madrid (di Liga Champions dan Super Eropa), terlihat jelas bahwa  Chelsea sebenarnya tak setangguh yang dibayangkan banyak orang saat itu dan itulah kenapa saya setuju dengan pemecatan Roberto Di Matteo. Tapi, saya tetap menghormatinya.

Rafael Benitez juga tak terlalu mengesankan. Chelsea harus bertarung hingga pekan ke-37 untuk memastikan tiket Liga Champions musim ini dengan mengalahkan Aston Villa. Chelsea akhirnya berada di posisi ketiga klasemen akhir 2012-13 setelah mengalahkan Everton di laga terakhir. Rafael Benitez di mata saya terlalu 'serius' menghadapi kompetisi-kompetisi seperti Piala FA dan Liga Europa dan pada akhirnya agak mengorbankan performa Chelsea di Premier League. Contohnya saat mereka harus menjalani laga kontra Southampton di Premier League pada akhir bulan Maret 2013, dua hari sebelum partai replay melawan Manchester United di perempat final Piala FA. Chelsea masih membutuhkan poin untuk bisa memantapkan posisi di empat besar, dan itu yang terpenting, tapi Benitez malah menurunkan sejumlah pemain lapis kedua saat melawan Southampton dan kemudian kalah 2-1. Saat menghadapi Manchester United, Benitez menurunkan formasi terbaiknya, Chelsea menang 1-0 dan lolos ke semifinal. Langkah Chelsea terjegal di tangan Manchester City di semifinal yang saat itu menurut saya, City memang menjadi klub yang tampil lebih baik dari Chelsea sepanjang musim tersebut. Benitez seharusnya tahu bahwa dia tak perlu mengorbankan pertandingan Chelsea di Premier League untuk menghadapi langkah terjal di Piala FA, kita tahu Chelsea akan menghadapi siapa di semifinal dalam partai replay kontra United, karena undian sudah dilaksanakan sebelumnya. Sekali lagi, dia terlalu serius menghadapi Piala FA di saat Chelsea bahkan belum memastikan tempat mereka di empat besar Premier League 2012-13. Terkadang, saya merasa Benitez sepertinya ingin mengukir sesuatu di Chelsea dengan meraih trofi nomor dua [Piala FA dan Liga Europa]. Padahal, saat dia mengambil tugas Di Matteo, Chelsea masih punya kesempatan juara Premier League. Itu masih bulan November. Apakah Benitez mengetahui jika dirinya tak cukup mampu membawa Chelsea bersaing di kompetisi terbaik ini, meskipun harus melewatkan semua kesempatan meraih trofi di Piala FA dan Liga Europa? Menurut saya, dia memang seperti itu.

Chelsea membutuhkan seorang manajer yang paham betul tentang apa yang seharusnya diraih timnya dan bagaimana melakukannya. Jose Mourinho bisa menjadi jawabannya, semoga.

Seperti yang saya katakan, tugas Jose Mourinho tidaklah mudah. Memikirkan pemain mana yang harus bermain dari satu pertandingan ke pertandingan lain saja sudah cukup susah dipikirkan, mengingat melimpahnya stok pemain Chelsea, terutama di sektor gelandang atau gelandang serang. Apalagi dengan kedatangan pemain-pemain seperti Marco van Ginkel, Kevin de Bruyne, Willian dan Andre Schurrle.
Keputusan kontroversial pun dibuatnya. Ia membangkucadangkan Juan Mata di awal musim ini dan menyatakan bahwa Oscar adalah playmaker Chelsea yang baru. Sebuah keputusan yang hampir setiap hari dipertanyakan oleh sebagian fans Chelsea, tapi saya tidak mengambil penilaian terlalu awal bahwa Mata akan dibangkucadangkan sepanjang musim ini.

Juan Mata, 'kontroversi' terbesar Mourinho hingga kini
Mourinho meminta Juan Mata untuk beradaptasi dengan posisi barunya, yaitu sebagai pemain sayap yang aktif, yang tak hanya lihai menyerang tapi juga tanggap melindungi pertahanan saat bek sayap masuk menyerang. Seperti yang biasa dilakukan Eden Hazard saat mengcover posisi Ashley Cole. 

Tapi, saat Juan Mata bermain bagus melawan Swindon dan Spurs, Jose Mourinho memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjadi starter saat melawan Steaua Bucharest dan Norwich City. Chelsea dengan mudah melibas Steaua dan Juan Mata menjadi salah satu pemain yang tampil apik. Tapi, saat melawan Norwich, keadaan menjadi sedikit sulit bagi Chelsea karena kedudukan imbang 1-1 hingga menit 80. Jose Mourinho melakukan tiga pergantian pemain dalam tujuh menit yaitu,  Ba (Eto'o 73), Ashley Cole (Hazard 74) dan Mata (Willian 80). Willian, yang menggantikan Mata mencetak satu gol dan berperan penting untuk terciptanya satu gol sebelumnya yang mengembalikan keunggulan Chelsea. Di saat seperti itu apakah masih ada yang mempertanyakan segala keputusan Jose Mourinho untuk tim ini?

Sepertinya apapun keputusan Jose Mourinho saat ini akan selalu ada pertanyaan yang mengiringi. Sulit memang jika anda menjadi seorang manajer tim sepakbola, dimana anda hanya bisa memainkan 11 pemain dan melakukan pergantian untuk tiga pemain, sementara ada 18-23 pemain dalam tim anda yang memiliki kualitas masing-masing. 

Saat Chelsea mulai memainkan sepakbola indah semenjak musim lalu, salah satu hal yang tidak dimiliki tim ini adalah konsistensi. Ya, dalam proses perubahan gaya permainan, inkonsistensi adalah hal yang wajar, apalagi jika sebuah tim tumbuh dalam kultur sepakbola yang kental dan ingin menerapkan gaya yang berbeda. Tapi, di saat yang bersamaan, Roman Abramovich, pemilik klub ini, tak mau begitu saja menerima alibi tersebut. Baginya, sepakbola indah dan hasil yang memuaskan harus sejalan.

Jadi, Mourinho pun berusaha keras untuk mewujudkan hal tersebut dengan caranya sendiri. Mou harus mensinergikan filosofi sepakbola taktis-efektifnya dengan skill teknik melimpah yang ada dalam skuad Chelsea. Maka dari itupula dia tidak menyingkirkan ketiga gelandang serang Chelsea, ia hanya ‘menyingkirkan’ Juan Mata (itupun bukan secara permanen). Ia mengembalikan posisi bek kanan kepada Branislav Ivanovic yang musim lalu sering berganti posisi ke bek tengah. Mourinho menguji kedisiplinan David Luiz, mengembalikan performa John Terry dan mengembangkan level permainan Gary Cahill. Hal yang terlihat begitu nyata dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah menambah kekuatan elemen bertahan di tubuh Chelsea, untuk meningkatkan performa dan pencapaian tim yang sudah bermain ‘terlalu menyerang, namun melupakan keseimbangan tim’.

Jose Mourinho dan Frank Lampard. Kepercayaan.
Apakah hasilnya sudah terlihat memuaskan? Tentu saja belum. Tapi, juga terlalu dini untuk menilai seberapa besar peluang Chelsea menjuarai Premier League musim ini. Saya setuju saat Frank Lampard menyatakan dalam konferensi pers sehari sebelum menghadapi Steaua Bucharest awal Oktober ini. Lampard menyatakan bahwa butuh waktu dua hingga tiga bulan bagi tim untuk bisa beradaptasi dengan ide seorang manajer yang baru datang. 

Saya tidak terlalu cemas saat Chelsea gagal di Piala Super Eropa lewat adu penalti melawan Bayern Muenchen, kalah dari Everton dengan skor 1-0 dan kalah dari FC Basel 1-2. Saya hanya terheran, apakah saya benar-benar melihat Chelsea yang sama, yang bisa menahan Bayern Muenchen dengan 10 pemain dan hanya kalah adu penalti, saat Chelsea kalah dari Everton dan FC Basel? Beberapa orang terlalu cepat melupakan perlawanan luar biasa Chelsea saat menghadapi juara bertahan Liga Champions dan kemudian melabeli tim ini berada dalam krisis karena kekalahan kontra Everton dan FC Basel.

Hasil-hasil negatif di awal musim bagi saya adalah hal yang lumrah, apalagi jika tim anda kedatangan manajer baru. Silahkan menyimak kisah Manchester United dalam 10-15 tahun terakhir tentang bagaimana mereka meretas jalan menjadi juara di akhir musim. Sudah tradisi, Setan Merah bahkan tak bisa memenangkan seluruh lima laga awal mereka di awal musim.

Jadi, jika Jose Mourinho mengalami sedikit kesulitan di awal musim ini, itu juga wajar. Sekali lagi, dia disediakan skuad padat yang penuh bakat teknik, sementara dirinya adalah penganut sepakbola taktis-efektif. Perpaduan dalam Chelsea ini memerlukan waktu untuk bisa terkonvensi menjadi hasil yang memuaskan (baca: meraih kemenangan demi kemenangan yang konsisten). Seperti yang dikatakan Mourinho: “Ini bukan tentang bagaimana anda memulai, tapi bagaimana anda mengakhirinya.”

Lagipula, Liga Inggris musim ini memang sangat menarik. Silahkan diamati, Chelsea bisa mengalahkan Aston Villa, tim yang bisa mengalahkan Arsenal dan Manchester City musim ini. Everton adalah tim yang bisa mengalahkan Chelsea, namun bisa dikalahkan Manchester City. West Brom bisa mengalahkan Manchester United dan menahan Arsenal, tim yang kini bercokol di puncak klasemen. Spurs yang bisa menahan imbang Chelsea dan tengah tampil bagus-bagusnya, secara mengejutkan dihantam 0-3 oleh West Ham di kandang mereka sendiri. Southampton menduduki posisi keempat dan menjadi tim pertama yang bisa mengalahkan Liverpool musim ini. (Sekali lagi, tulisan ini dibuat pada pertengahan Oktober. Sebagai tambahan, Chelsea kemudian kalah dari Newcastle yang juga mengalahkan Spurs, Man United yang terombang-ambing malah bisa mengalahkan Arsenal dan City kalah mengejutkan dari Sunderland).

Atau, fakta menarik lainnya adalah Chelsea mungkin akan menjalani skenario terburuk mereka untuk paruh pertama musim ini. Karena, dari lima laga tandang pertama di Premier League, empat di antaranya dijalani di stadion-stadion angker seperti Old Trafford, Goodison Park, White Hart Lane dan St. James Park. Artinya, di paruh musim kedua, dengan skenario bagus berdasarkan jadwal home-away, semoga Chelsea bisa meraih hasil maksimal.

Pada akhirnya, sebagus apapun performa sebuah tim di Liga Inggris saat ini, sebesar apapun nama mereka, sebaik apapun materi pemain mereka, persaingan akan semakin sengit dan sebagai penikmat, menurut saya, kita semua baru benar-benar akan bisa melihat siapa yang menjadi juara di pekan ke-38!



Chelsea Till I Die


READ MORE - Menanti Sinergi Jose Mourinho dan Chelsea

31 Oktober, 2013

Tore Andre Flo: Tetap Biru Hingga Kini



Sekitar awal bulan ini, saya mendapatkan kesempatan dari Chelsea FC untuk memberikan beberapa pertanyaan kepada salah satu legenda Chelsea, Tore Andre Flo. Saya tentunya bahagia dan tidak membuang peluang tersebut.

Saya mengirim tujuh pertanyaan dan saya bisa memahami jika tak semua pertanyaan saya terpilih untuk dijawab oleh Flo. Pertanyaan-pertanyaan lain dari fans Chelsea di luar Indonesia juga sangat menarik.

Dan, dari pertanyaan tersebut kita semua bisa mengetahui beberapa fakta menarik seperti bahwa selama ini Tore Andre Flo telah bekerja di akademi Chelsea, dan dia lah yang mengawasi perkembangan pemain-pemain yang dipinjamkan ke klub lain.

Saya akan menampilkan pertanyaan dari fans Chelsea dan jawaban yang diberikan Tore Andre Flo dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Saya berusaha sebaik mungkin untuk menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia.

Jadi, selamat menikmati!


What is your greatest moment as a Chelsea player?

I think that has to be the home leg against Barcelona. Especially if we could have stopped the game at half-time, it was pretty amazing. We were 3-0 up and they scored 2 goals as well. It was a pretty big game at the time as it was our first year in the Champions League and quarter-final and we were 3-0 up against Barcelona, it was an amazing feeling.

(Apa momen terbaik anda sebagai pemain Chelsea?)

(Saya pikir itu adalah laga melawan Barcelona di kandang [tahun 2000]. Terutama jika kami bisa menghentikan laga sampai babak pertama saja, itu akan luar biasa. Kami unggul 3-0 dan mereka juga mencetak dua gol [di babak kedua]. Itu laga besar yang indah dan tahun pertama kami di Liga Champions. Kami di perempat-final dan unggul 3-0 atas Barcelona, itu perasaan yang luar biasa.)


Who would you consider to be the best player you have played alongside?

Zola. That’s an easy question as he was a super football player first of all, but also a person that everybody learned from, all the younger boys and including me too. So he could give advice as well as being good himself.

(Siapakah pemain terbaik yang pernah bermain dengan anda?)


(Zola.  Itu adalah pertanyaan yang mudah, terutama karena dia adalah seorang pemain sepakbola super, tetapi ia juga sosok yang setiap orang akan belajar dari dirinya, semua pemain muda termasuk saya juga. Sehingga ia bisa memberikan saran untuk bisa menjadi sebagus dirinya).



How do you compare the training methods today to when you used to play in the Premier League?

I think now they are getting use to training in a way where they can handle the ball quicker, the tempo could be higher, so maybe areas are tighter, and they can get out of problems a lot better than they could before. You see younger players now being able to play at a higher tempo than they did before.

(Bagaimana anda membandingkan metode latihan saat ini dengan ketika anda masih bermain di Premier League?)

(Saya pikir mereka (para pemain) sekarang  berlatih dengan cara bagaimana mereka dapat menangani bola lebih cepat, tempo yang lebih tinggi dan mungkin beberapa area menjadi lebih ketat, dan mereka bisa mengatasi masalah lebih baik dari sebelumnya. Anda bisa melihat saat ini para pemain muda mampu bermain di tempo lebih tinggi daripada yang mereka lakukan sebelumnya)



What was it like to see Di Matteo lift the Champions League trophy?

First of all I am a Chelsea fan, a Chelsea supporter since playing here. I’ve always had my heart here. So to see a friend achieve such a great achievement was just great. I’ve had good contact with him since we played here together and he’s a good friend. It was amazing to see him lift that trophy.

(Bagaimana rasanya melihat Roberto Di Matteo mengangkat trofi Liga Champions?)

(Pertama-tama, saya adalah fan Chelsea, seorang suporter semenjak saya bermain di klub ini. Saya selalu memiliki hati saya disini. Jadi melihat seorang teman menerima penghargaan besar adalah luar biasa. Saya memiliki kontak yang baik dengannya sejak kami bermain disini bersama dan ia adalah seorang teman baik. Sungguh menakjubkan untuk melihat dia mengangkat trofi itu)



Why do you think so many of the players you played with went on to be managers?

I think they were part of a very special generation, with a lot of leaders in the dressing room at that time. So I’m not surprised that some of them became managers, although I wouldn’t have thought it would have been that many, but then again it was a great group and we all learned from each other at that time and we took a lot of information with us, which we want to pass on.

(Mengapa menurut anda, begitu banyak pemain yang pernah bermain dengan anda sekarang menjadi manajer?)

(Saya pikir mereka adalah bagian dari generasi yang sangat spesial, dengan banyak pemimpin di ruang ganti pada saat itu. Jadi saya tidak terkejut bahwa beberapa dari mereka menjadi manajer, meskipun saya tidak berpikir akan menjadi sebanyak itu, tetapi sekali lagi mereka adalah grup hebat dan kami semua belajar dari satu sama lain saat itu, dan kami mengambil banyak informasi bersama kami, yang ingin kami sampaikan)


What are you doing right now?

I’m here with the academy, mostly with the U-14’s. So that’s half my job, but I also do some individual work with strikers from the age of 14 up and I also look at loan players and report back on how they are doing.

(Apa yang anda lakukan sekarang?)

(Saya disini bersama akademi klub, terutama dengan tim U-14. Jadi, itu adalah separuh dari pekerjaan saya, tapi saya juga melakukan beberapa pekerjaan pribadi dengan para striker berusia 14 tahun ke atas, dan saya juga memantau para pemain pinjaman dan memberikan laporan kembali tentang bagaimana performa mereka)



Do you think you’d be interested in being a manager one day?

Yes. I think so. I used to love the rush you’d get when there was a matchday and I would like to get that feeling back again. Either as a coach or as a manager, but I definitely want to be involved in football and that competitiveness that comes with it.

(Apakah anda tertarik untuk menjadi manajer suatu saat nanti?)

(Ya. Saya kira ya. Saya dulu suka dengan kesibukan yang anda dapatkan saat hari pertandingan  dan saya ingin mendapatkan perasaan itu kembali lagi. Sebagai seorang pelatih atau manajer, tapi saya pasti ingin terlibat dalam sepak bola dan persaingan yang datang dengan hal itu)



Which defender in the Premier League was the most difficult to play against?

I would say Jaap Stam and Martin Keown. I didn’t like playing against players that were big and quick at the same time. I found it quite difficult. Two pretty good attributes to have when you are a defender.

(Siapa pemain di Liga Premier adalah yang paling sulit untuk dilawan)

(Saya akan mengatakan Jaap Stam dan Martin Keown. Saya tidak suka bermain melawan pemain yang besar dan cepat pada waktu yang sama. Saya merasa cukup sulit. Dua kemampuan yang cukup baik untuk dimiliki ketika anda adalah seorang pemain bertahan)


Who was the most entertaining team-mate?

Dennis Wise. He was good to have in the dressing room. He always had a comment, if you ever did something wrong he would shout it out loud. A good laugh, and good to have as a captain.

(Siapa rekan setim yang paling menarik?)

(Dennis Wise. Ia adalah sosok yang baik untuk dimiliki di ruang ganti. Dia selalu punya komentar, jika anda pernah melakukan sesuatu yang salah, dia akan berteriak keras. Suka bercanda, dan baik untuk dimiliki sebagai kapten)



Can you describe the feeling you had when you made your debut for Chelsea?

It felt very special, of course. I had a dream of becoming a professional in England but it was the kind of dream that you could hope for but not really think it was possible especially coming from where I’m from where it’s just mountains and snow for half the year. It was pretty special.

(Dapatkah anda jelaskan perasaan anda ketika anda membuat debut untuk Chelsea?)

(Rasanya sangat istimewa, tentu saja. Saya bermimpi menjadi seorang profesional di Inggris, tapi itu jenis mimpi yang dapat anda harapkan  tapi tidak benar-benar berpikir itu sesuatu yang mungkin, terutama darimana saya berasal, hanya daerah pegunungan dan salju selama setengah tahun. Itu cukup istimewa.)


How do you think the Premier League differs from when you used to play?

I think the tempo is higher than it was, and the players are much better conditioned. They measure your fat percentage every week now, so nobody has any fat on them, they’re all in really good shape. They can run a little bit faster and for a little bit longer. The game was also tougher and more physical back some years.

(Bagaimana menurut anda perbedaan Premier League sekarang dengan saat anda menjadi pemain?)

(Saya pikir tempo permainan lebih tinggi dari dulu, dan pemain dikondisikan lebih baik. Mereka mengukur persentase lemak anda setiap pekan sekarang, jadi tidak ada pemain yang memiliki lemak berlebih pada tubuh mereka, mereka semua dalam kondisi yang benar-benar baik. Mereka dapat berjalan sedikit lebih cepat dan untuk waktu yang sedikit lebih lama. Permainan ini juga lebih keras dan lebih fisik)



READ MORE - Tore Andre Flo: Tetap Biru Hingga Kini

10 September, 2013

Jeda Internasional yang Membuat Frustasi


Hari Minggu lalu saya baru saja khatam menyaksikan Grand Prix Italia yang diselenggarakan di sirkuit Monza, rumah bagi tim legendaris, Scuderia Ferrari F1 Team. Dari sesi kualifikasi sudah terlihat bagaimana Fernando Alonso mati-matian berusaha mencatatkan waktu terbaik. Namun, apa daya mobil Ferrari tidak cukup cepat untuk bersaing dengan mobil tim Red Bull Renault. Puncaknya adalah ketika pada transmisi radio terekam Alonso memaki timnya di akhir kualifikasi (Alonso sang pembalap utama Ferrari hanya berada di posisi 5). Pun begitu saat balapan, tertinggal nyaris 8 detik di belakang Vettel dari Red Bull yang dengan santainya melaju sendirian di depan. Saya curiga Vettel sempat menepi sebentar, turun dari mobilnya, mengambil foto selfie, dan mengunggahnya ke Instagram sebelum melanjutkan balapan lagi dan tetap memimpin sendirian di depan.

Begitu digdayanya mobil tim Red Bull membuat Alonso patah arang dan frustasi. Ada jeda waktu yang begitu jauh antara Vettel dan Alonso. Bahkan muncul idiom "Alonso dikontrak oleh Ferrari tapi seakan-akan yang dia kendarai adalah Fiat."

Well, selalu ada kata postif dalam setiap kekalahan: "Next race is ours!" --- Lihat betapa miripnya Ferrari dengan Liverpool.

Saya begitu berempati pada Alonso karena saya merasakan rasa frustasi yang sama. Pekan ini liga-liga Eropa sedang break dengan dalih pertandingan internasional. Sejujurnya saya tidak begitu peduli dengan jeda internasional apapun embel-embelnya. Entah itu kualifikasi Piala Dunia, kualifikasi Piala Eropa, kualifikasi Liga Champion Antar Galaksi dan semacamnya.

Siapa yang peduli bila kemarin Ronaldo mencetak hattrick bagi Portugal? Siapa peduli Inggirs terancam gagal lolos ke Brazil? Siapa peduli Brazil melumat Australia 6-0? Waktu terasa lambat saat ada jeda internasional.

Tidak pernah ada yang peduli pada pertandingan internasional, yang kebanyakan orang pedulikan hanyalah hasil akhirnya, siapa yang lolos dan siapa yang tidak.

Sekarang untuk menonton tayangan liga Eropa yang berkualitas saja kita harus bayar (terkutuklah kalian yang mengambil keuntungan dari para fakir bola seperti kami!!). Eh, malah dipotong oleh jeda semacam ini. Sudah sewajarnya FIFA memberikan kompensasi bagi kita yang sudah membayar demi bisa menonton liga-liga Eropa. Apakah sebaiknya jeda internasional ditiadakan saja? Dan untuk menentukan tim-tim yang lolos ke Piala Dunia dilakukan dengan polling SMS?

Tapi saya tahu hal-hal seperti itu tidak akan terjadi dan pada akhirnya kita harus bersabar menunggu jeda internasional ini usai. Apabila anda merasakan frustasi dan tingkat kebosanan yang sama, ingatlah Fernando Alonso dan jarak 8 detik yang harus ditempuhnya.


by: -@masdimsum- (Tolong segala cacian dan hinaan diarahkan ke penulis bersangkutan. Yang tercantum adalah username twitter sang penulis, bukan pemilik blog ini. Pemilik blog ini adalah @nandaisme_, wanita baik-baik dan berhati mulia, yang memang agak berpihak pada alur logika @masdimsum, demi konspirasi kemakmuran masing-masing).


READ MORE - Jeda Internasional yang Membuat Frustasi

04 September, 2013

Alasan Madrid Membeli Gareth Bale

Gareth Bale

Jadi, setelah salah satu teman saya menulis artikel tentang Gareth Bale, dan saya membacanya, saya tidak punya pilihan lain selain menawarkan artikel tersebut untuk dimuat di blog ini.

Artikel ini terlalu sayang untuk dilewatkan mengingat ada beberapa hal mengenai logika teman saya, @masdimsum , yang layak untuk diperbincangkan meskipun itu tabu untuk diketahui khalayak umum.

Yah, selain itu ada beberapa hal yang diluruskan mengenai yayasan yang dimilikinya, Yayasan Sobat Dimsum, dan pembicaraan tentang Gareth Bale di artikel ini sebenarnya hanyalah pengalihan isu belaka.

Dan, anda semua silahkan menilainya.


                            Alasan Real Madrid Membeli Gareth Bale

Apa yang akan Anda lakukan bila Anda memiliki 100 juta Euro? Kalau saya, saya akan gunakan setengahnya untuk membiayai pembangunan sekolah-sekolah di daerah perbatasan yang terpencil dan separuhnya lagi akan saya gunakan untuk mendirikan Yayasan Sobat Dimsum, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendanaan bagi siswa berprestasi yang mau melanjutkan studi di luar negeri.

Saya bercanda.

Well, akan saya habiskan 100 juta Euro untuk membeli Ferarri paling mahal di muka bumi, jalan-jalan ke bulan, dan membeli sebagian saham klub medioker Liga Inggris.

Tapi tidak bagi Real Madrid, mereka menggunakan uang sebanyak itu untuk memboyong talenta Wales bernama Gareth Bale dari Tottenham Hotspurs. Tidak jelas alasannya apa, karena menurut saya yang lebih dibutuhkan Madrid saat ini adalah gelandang bertipe bertahan yang ngotot semodel Makelele dulu atau penyerang tengah yang mumpuni sekelas Radamel Falcao, Ibrahimovic atau Edinson Cavani.


Gareth Bale adalah seorang bek sayap yang bertransformasi menjadi winger dan terkadang menjadi second striker. Tepat. Bale benar-benar seseorang yang dibutuhkan Madrid kalau saja tidak ada Ronaldo, Di Maria, dan Mesut Ozil (nama terakhir sudah dilego ke klub medioker Inggris dan memecahkan rekor transfer klub tersebut).

Apalagi pelatih Madrid saat ini Carlo Ancelotti bukanlah pelatih yang gemar menyerang dari sayap, beliau lebih suka menumpuk pemain di tengah dan menekan dengan pressing ketat. Kita sudah lihat bagaimana Ancelotti berusaha menjadikan Ronaldo penyerang mendampingi Benzema saat Madrid mengalahkan Bilbao 3-1 pekan lalu, tapi hasilnya tidak sebaik jika dia ditempatkan di posisi aslinya sebagai winger.


Saya mencoba menerka alasan sebenarnya mengapa Madrid ngotot membeli Bale, dari segi taktik, jelas itu harus memaksa Ancelotti keluar dari pakem permainan dia selama ini karena dia harus mengakomodasi permainan dengan menggunakan sayap. Mengatur posisi Ronaldo saja sudah sulit, ini ditambah Bale pula.


Gareth Bale/ Reuters

Dari segi ekonomis, well, jujur saja, wajah saya masih jauh lebih tampan dan memiliki nilai jual ketimbang Bale (no offense). Bale belumlah memiliki kharisma seperti Becks atau tampang sekeren Ronaldo, bila saya adalah seorang wanita dan ada Drogba dan Gareth Bale berdiri telanjang dada di hadapan saya maka saya lebih memilih Drogba.

Satu-satunya alasan yang masuk akal mungkin adalah karena Barcelona telah membeli Neymar Jr yang juga merupakan komoditi "panas" di bursa transfer. Pernahkah Anda merasa iri saat tetangga Anda punya barang baru? Entah itu mobil atau motor atau bahkan sekedar satu set sofa baru? Jangan bohong.



Itulah yang dirasakan Madrid saat Barcelona membeli mobil baru bermerk Neymar Jr. Madrid ngotot harus punya mobil juga yang lebih mahal dari apa yang sudah Barca beli meskipun ironisnya, Madrid masih punya mobil-mobil lain yang bagus di garasinya.

Begitulah akhirnya Madrid membeli mobil bermerk Gareth Bale yang dengan kepiawaian salesnya si Daniel Levy mobil tersebut terjual dengan harga 100 juta Euro meskipun harga pasarnya di bawah itu. Jika Arsene Wenger adalah Manajer Investasi ternama, maka Daniel Levy adalah salesman nomor satu.

Kini mobil tersebut sudah terparkir di garasi Madrid dan siap digunakan, tinggal kitalah penikmat sepakbola yang menentukan apakah langkah Madrid itu tepat ataukah menjadi blunder diakhir musim?

Satu hal yang pasti, 100 juta Euro bila dibelikan kerupuk atau cendol, maka Anda bisa beli barang beserta abang-abangnya.
 

NB: Silahkan kunjungi twitter dari sang penulis di -- @masdimsum --


READ MORE - Alasan Madrid Membeli Gareth Bale

15 Juli, 2013

Kejayaan Chelsea dan Label Pemain Senior

Frank Lampard dan Petr Cech merayakan top skor Chelsea sepanjang masa setelah laga vs Aston Villa/ ChelseaFC
Bicara soal kesuksesan Chelsea maka hal itu tak bisa lepas dari peran para pemain senior. Semenjak kedatangan Roman Abramovich di tahun 2003, 10 tahun yang lalu, belasan trofi telah hadir di lemari The Blues.

Tanpa mengesampingkan peran pemain lain, Chelsea boleh berbangga hati memiliki sederet pemain yang telah menunjukkan loyalitas mereka dalam sepuluh tahun terakhir. Setia bersama satu klub, dalam kondisi sulit dan senang, dalam kepelatihan (setidaknya) delapan manajer yang berbeda dan tentunya mempersembahkan trofi dan medali kebanggaan untuk klub.

Dari bawah mistar gawang hingga lini depan, Chelsea telah memiliki pemain terbaik di Premier League dan dunia. Di posisi kiper, Chelsea memiliki Petr Cech yang datang ke Chelsea tahun 2004. Di posisi bek, John Terry adalah produk kebanggaan akademi The Blues, sementara Lampard yang datang pada 2001, telah mencetak beberapa rekor mengesankan. Di lini depan, hingga kini, menurut saya belum ada pemain yang mampu menandingi nama besar Didier Drogba yang direkrut Mourinho pada tahun 2004.

Didier Drogba memang telah meninggalkan Chelsea setahun yang lalu. Tapi, saya ingin membahas betapa kuatnya pengaruh para pemain senior Chelsea ini dalam kesuksesan klub hingga membuat mereka mendapatkan label atau pemberitaan yang menurut saya agak aneh dan tidak adil dari media atau pers.

Duo ikon Chelsea FC/ ITV.com
Saya cukup mengetahui bagaimana media Inggris menggambarkan pengaruh para pemain senior Chelsea. Agak aneh bagi saya, bahwa label 'pemain senior' tidak sering diberikan pada pemain senior di klub lain.

Saya melihat Steven Gerrard dan Jamie Carragher yang berperan besar dalam kejayaan Liverpool di Istanbul saat meraih trofi Liga Champions 2005. Mereka berdua juga pemain hebat di posisi-nya masing-masing. Tapi, saat prestasi Liverpool menurun dan disertai pergantian manajer, media Inggris tidak terlalu mengusik pemain-pemain senior Liverpool dengan isu-isu seperti yang terjadi pada pemain-pemain senior Chelsea.

Chelsea memiliki delapan manajer yang berbeda dalam 10 tahun terakhir, dan saat Chelsea mengganti manajer, para pemain senior ini selalu mendapatkan tuduhan yang negatif. Tuduhan tersebut hampir selalu berbunyi bahwa mereka meminta pihak klub untuk memecat manajer saat performa tim tidak bagus dan mereka tidak merasa cocok dengan sang manajer.

Well, berapa kali Real Madrid mengganti pelatih dalam sepuluh tahun terakhir? Tapi, tidak satupun media membicarakan konspirasi antara Raul Gonzales atau Iker Casillas untuk menyingkirkan pelatih. Sungguh mengherankan...

 Saat media membahas Liverpool, mereka menulis, 'Steven Gerrard dan Jamie Carragher...'. Saat media memberitakan Real Madrid, mereka menyebutkan, 'Iker Casillas, Sergio Ramos, Raul Gonzales...'. Ketika media menganalisa Chelsea, mereka menulis, 'Para pemain senior.....'

Dan itu semua terjadi karena, menurut saya, pemain senior Chelsea memiliki pengaruh yang lebih besar untuk klub-nya dibandingkan pemain senior di klub lain.

Sebelum Roman datang, Chelsea belum sebesar sekarang. Memiliki puluhan juta fans di seluruh dunia, trofi-trofi prestisius dan pemain-pemain berkelas dan mematahkan dominasi Manchester United serta Arsenal, tentunya membuat Chelsea menarik perhatian pecinta sepakbola.

Ya, perubahan nasib yang dialami Chelsea ikut mendongkrak popularitas para pemain. Banyak suporter sepakbola melakukan identifikasi terhadap pemain-pemain Chelsea yang performanya gemilang dan memiliki pengaruh besar di antara para pemain (ex: kapten tim dan wakilnya).

Saat Chelsea mengangkat trofi Premier League di tahun 2005 dan 2006, mereka mematahkan dominasi Arsenal dan Manchester United yang berlangsung selama tujuh tahun. Arsenal bahkan meraih gelar Premier League di tahun 2004 dengan status The Invincible alias tak terkalahkan dalam satu musim. Chelsea melakukan sebuah langkah luar biasa ketika banyak orang meragukan metode investasi Roman Abramovich yang terkesan demi meraih kesuksesan instan dan jangka pendek.

Didier Drogba dan Petr Cech saat memenangkan trofi Piala FA 2012/ Getty Images
 Tapi, faktanya? Hingga 10 tahun era kepemilikan Roman Abramovich, Chelsea tetap menjadi salah satu raksasa di Inggris dan Eropa. Dan, dalam 10 tahun penuh sejarah tersebut, Chelsea memiliki pemain-pemain kunci yang tidak berubah. Petr Cech, John Terry, Frank Lampard dan Didier Drogba.

Adakah sekumpulan pemain di klub lain yang bertahan dengan konsistensi luar biasa seperti yang dimiliki empat pemain Chelsea di atas? Ada. Para pemain Manchester United.

Tapi, kenapa label 'pemain senior' tidak terlalu melekat pada sosok seperti Ryan Giggs, Paul Scholes, Rio Ferdinand? Karena Manchester United memiliki manajer dengan pengaruh lebih besar dibandingkan para pemain-nya. 26 years, 38 trophies, strong charisma, very great player management, simply the best in the world, Sir Alex Ferguson.

Jose Mourinho datang pertama kalinya di tahun 2004. Ketika itu, Lampard, Terry, Cech dan Drogba masih begitu muda dan belum mendapatkan pengalaman besar, sementara Jose Mourino adalah manajer dengan karakter yang sangat kuat di dalam dan di luar lapangan. Jose Mourinho adalah sosok juara Liga Champions saat datang ke Chelsea.

Tapi, setelah era pertama Mourinho berakhir di tahun 2007, menurut saya, Chelsea tidak memiliki manajer dengan kharisma dan pengaruh seperti Jose Mourinho. Mourinho tidak hanya menyetel standar yang begitu tinggi di atas lapangan (prestasi tim), tapi dia juga menetapkan sebuah standar profil seorang manajer Chelsea di mata media dan publik sepakbola Inggris.

Manajer Chelsea selanjutnya seperti mengalami kesulitan menyamai standar Mourinho dan tak ada satupun di antara mereka yang bekerja di Chelsea lebih lama dari The Special One. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kenapa profil pemain senior Chelsea terlihat lebih besar dibandingkan manajer mereka.

Avram Grant menjadi suksesor Mourinho dengan kondisi belum memegang lisensi kepelatihan, tapi sukses membawa Chelsea melangkah ke final Liga Champions untuk pertama kali.

Luis Felipe Scolari datang di tahun 2008, membawa gaya samba ke permainan tim, tapi gagal mempertahankan konsistensi hingga dipecat Februari 2009. Guus Hiddink datang, pelatih yang sangat bagus, karakter yang luar biasa, satu trofi Piala FA, tapi hanya bertahan empat bulan.

Lalu datanglah Carlo Ancelotti, yang sukses mempersembahkan double winner pertama kalinya untuk Chelsea di tahun 2010. Tapi, sayangnya, dia gagal mempertahankan trofi Premier League di musim berikutnya dan dipecat setelah hanya bertugas selama dua tahun.

Andre Villas Boas dan Roberto Di Matteo mengalami nasib yang sama dengan para pendahulunya. Sukses tanpa konsistensi membuat mereka semua terdepak dari kursi manajer.


Manajer datang dan pergi, tapi para pemain senior selalu bertahan di tempat yang sama dan memberikan kontribusi yang luar biasa. Cech, Terry, Lampard dan Drogba (sebelum pindah ke Galatasaray) dilabeli 'pemain senior' bukan sekedar karena usia mereka. Mereka telah menetapkan sebuah standar permainan individu yang begitu tinggi, pengalaman dan juga karena kondisi-kondisi yang telah saya sebutkan di atas.

Senioritas tidak bicara soal usia, tapi lebih kepada faktor keteladanan, loyalitas dan standar permainan dan itu sudah ditunjukkan oleh para pemain senior Chelsea.

Label pemain senior untuk Cech, Terry, Lampard, sekarang Ashley Cole, terkadang digunakan pers untuk membuat pemberitaan yang negatif. Tapi, di sisi lain, label itu mempertegas bahwa keberadaan pemain senior merupakan sebuah aset yang luar biasa untuk Chelsea dalam membangun sejarah mereka.


KTBFFH


READ MORE - Kejayaan Chelsea dan Label Pemain Senior

12 Juli, 2013

Andik Vermansah: Player to Watch in BNI All-Star Team vs Chelsea


Andik Vermansah, saat bermain untuk Persebaya
 Berbicara tentang sepakbola Indonesia bukan hal yang menyenangkan bagi saya secara pribadi. Bukan karena saya membencinya, tapi sepakbola Indonesia saat ini penuh masalah, dari dualisme kompetisi, campur tangan elit politik, pengaturan skor, perkelahian antar wasit dan pemain dan juga rivalitas buruk antar suporter.

Tapi, semua masalah tersebut tidak membuat stadion-stadion sepi saat pertandingan domestik digelar, karena rakyat Indonesia sangat mencintai sepakbola. Saking cintanya, mereka bahkan rela mengonsumsi banyak hal tidak sehat di dalamnya.

Tapi, saat berbicara sepakbola, kita akan selalu menemukan hal positif. Seperti yang saya katakan tadi, gairah suporter tidak habis karena masalah yang ada. Selain itu, salah satu yang paling menarik adalah bakat-bakat dalam diri pemain Indonesia.

Nah, saat Chelsea mengunjungi Indonesia pada 25 Juli, mereka akan menghadapi tim seleksi BNI All-Star. Meskipun hingga kini belum bisa dipastikan siapa yang akan bermain dalam tim tersebut, tapi saya selalu berharap satu nama ini akan unjuk kemampuan pada tanggal 25 Juli nanti. Dia adalah Andik Vermansah.


Andik adalah salah satu talenta paling menarik dalam sepakbola Indonesia saat ini. Saya mungkin terdengar bias karena Andik adalah pemain Persebaya Surabaya, klub lokal yang saya cintai. Tapi, sudah banyak pengakuan untuk Andik meluncur dari mulut tokoh-tokoh ternama sepakbola dunia.

Andik terkenal dengan kecepatan yang dimilikinya. Pemain berusia 21 tahun ini menarik perhatian dengan kecepatan larinya yang 'tidak normal'. Bahkan, coach Timo Scheunemann, Direktur Teknis Chelsea FC Soccer School Indonesia, pernah menulis di twitter-nya, bahwa Usain Bolt akan membenci Andik karena bisa kalah sprint darinya.

Pengakuan untuk Andik juga didapatkan dari ESPN Soccernet. Pada tahun 2012 lalu, Andik menjadi satu dari 10 'Asian Players to Watch in 2012" versi ESPN Soccernet.

Atau, kita bisa melihat reaksi para pemain atau eks pemain ternama saat melihat aksi Andik. Sebagai anggota resmi FIFA, tentunya Indonesia sudah beberapa kali menggelar laga persahabatan internasional dan saat Andik bermain, nyaris selalu ada komentar atau reaksi positif tentang permainan-nya.


Saat LA Galaxy bertanding di Indonesia, pada satu kesempatan David Beckham melakukan tackling kepada Andik untuk menghentikan lari-nya. Tapi, begitu laga usai, Beckham memilih Andik untuk bertukar kostum dengan-nya. Becks mengaku bahwa Andik seorang pemain berbakat.

"Dia sangat cepat dan berbakat. Saya juga merasa tidak enak karena sempat mengasari-nya," kata Beck usai laga.

Pujian juga meluncur dari Andrea Stramaccinoni, mantan pelatih Inter Milan. Ketika Internazionale bertanding melawan Indonesia Selection, 24 Mei 2012, di Syadion GBK, Andik juga tampil memukau.

Andik Vermansah dan Esteban Cambiasso
"Menurut saya, pemain Indonesia yang paling bagus adalah nomor 10 (Andik Vermansyah), tapi saya lupa namanya. Ia memiliki kualitas tinggi," ujar Stramaccioni setelah pertandingan. 

Begitu juga saat Tim Nasional Belanda bertanding melawan Indonesia. Asisten pelatih Belanda, Patrick Kluivert, mengungkapkan pujian-nya untuk Andik. Padahal, dalam laga itu, Andik hanya bermain di 30 menit terakhir.

"Pemain Indonesia bagus-bagus. Tapi saya ingin tahu siapa pemain nomor 21 itu?" tanya Kluivert.

"Yes, Andik. Dia pemain bagus, Andik sangat cepat. Indonesia sangat beruntung memiliki dia," lanjutnya.

Ya, Andik merupakan salah satu berlian paling bersinar di tengah gelapnya persepakbolaan Indonesia. Tapi, yang perlu diketahui, Andik juga melewati masa-masa sulit sebelum akhirnya menjadi pemain profesional.

Menurut pengakuan pemain bertubuh mungil ini, ia pernah berjualan es saat masih kecil. Ia melakukan hal itu untuk membantu keluarganya dan membeli sepatu seharga Rp. 25.000 agar bisa bermain sepakbola. Orangtua Andik tak mendukung langkah anak-nya untuk menjadi pesepakbola profesional. Tapi, kesulitan-kesulitan seperti itu tak pernah menghapus cita-cita seorang Andik. Hingga akhirnya seorang pelatih dari klub SSB Suryanaga, Rudi, menemukan bakatnya dan menawarinya bermain di salah satu sekolah sepakbola di Jember secara gratis.

Andik Vermansyah adalah kebanggaan masyarakat Surabaya. Andik juga bangga dengan identitas-nya sebagai orang Surabaya, namun saat tampil membawa nama Indonesia, Andik selalu mengutamakan nasionalismenya. Ia dikenal sebagai pribadi yang rendah hati dan agak pendiam.

Saya hanya sudah tidak sabar untuk mendengar manajer atau pemain Chelsea berbicara mengenai Andik jika dia bisa tampil di GBK pada 25 Juli mendatang. BRAVO!




READ MORE - Andik Vermansah: Player to Watch in BNI All-Star Team vs Chelsea

30 Juni, 2013

Fans Chelsea dari Indonesia Mengelilingi Dunia (Part 3)

Lulu berada di Stamford Bridge pada 7 Februari 2010
Hany saat menyaksikan pre-season Chelsea di Frankfurt 2010
Pada bagian terakhir artikel Fans Chelsea dari Indonesia Mengelilingi Dunia ini, saya telah mewawancarai dua fans wanita Chelsea yang berasal dari Jakarta, Hany dan Lulu. Mereka berdua sudah lebih dari sekali menonton Chelsea secara langsung. Jika Lulu menonton Chelsea di Stamford Bridge (Lulu adalah sahabat Nadia, fans Chelsea yang saya wawancarai pada artikel Fans Chelsea dari Indonesia Mengelilingi Dunia Part I) dan juga saat Chelsea menjalani tur pra-musim di Asia pada tahun 2008 dan 2011, maka Hany berada di Jerman saat Chelsea menjalani tur pra-musim menghadapi Frankfurt  di tahun 2010 dan juga Bangkok 2011.

Dari penuturan keduanya, saya mendapatkan beberapa cerita unik. Misalnya, berdasarkan penuturan Hany, ternyata ada sebagian dari warga Jerman yang menjadi member resmi suporter Chelsea yang biasa kita sebut True Blue. Suporter Chelsea asal Jerman menyebut diri mereka German Blues. Tidakkah kalian heran, Jerman dengan tradisi sepakbola yang kuat dan fanatisme suporter lokal yang besar, beberapa warga mereka justru memiliki kecintaan luar biasa kepada Chelsea?

Saya juga mendapatkan kisah menarik dari Lulu yang mengaku bahwa selama dia berada di London bersama Nadia, ia mendapatkan sambutan ramah dari salah satu member True Blue dan diundang makan malam di rumah fans tersebut.

Pada akhirnya, dari kisah-kisah yang sudah dibagikan oleh Nadia, Kiky, Hany dan Lulu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa suporter Chelsea di berbagai belahan dunia memiliki penghargaan yang besar kepada suporter Chelsea yang berasal dari Asia.

Selain itu, tujuan saya menulis pengalaman teman-teman saya ini bukan untuk mendiskreditkan mereka yang belum pernah menonton Chelsea secara langsung, tapi untuk membagikan semangat mereka saat bertemu dengan para pemain dan manajer Chelsea. Cerita dari mereka bisa menambah semangat kita semua yang belum pernah menyaksikan Chelsea secara langsung, dan akan memiliki kesempatan tersebut saat Chelsea datang ke Indonesia pada Juli mendatang. Jadi, silahkan membaca pengalaman Hany dan Lulu, dan semoga kita semua, suporter Chelsea di Indonesia, bisa bertemu di Jakarta.


Jadi, sudah berapa kali kalian menonton Chelsea secara langsung dan kapan saja?

Lulu: Saya sudah menonton Chelsea secara langsung tiga kali, pertama tahun 2008 di Shah Alam, Malaysia saat Chelsea Tour Asia, saya datang bersama teman-teman dari Jakarta sebanyak 25 orang. Kemudian di Stamford Bridge pada tanggal 7 Februari 2010 bersama sahabat saya, Nadia, menonton Big Match Chelsea vs Arsenal  dan terakhir tahun 2011 di Rajamangala Stadium, Bangkok, saat Chelsea Tour Asia juga bersama teman-teman berjumlah 27 orang.

Hany: Dua kali, tahun 2010 saat Chelsea melakukan pre season di Jerman dan 2011 saat Chelsea berkunjung ke Bangkok.

Lulu saat berada di Bangkok, Thailand
Karena kalian berdua telah menonton Chelsea secara langsung lebih dari satu kali, pasti ada satu momen terfavorit. Bisa diceritakan yang mana dan kenapa?

Lulu: Momen terfavorit tentunya di Stamford Bridge, karena untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di stadion milik Chelsea FC, dimana tentunya menjadi impian setiap fans untuk datang kesana. Sebelumnya saya hanya bisa bermimpi dan mempunyai keinginan untuk datang ke Stamford Bridge demi menonton Michael Ballack bermain disana sebelum dia pensiun atau masa kontraknya habis. Alhamdulillah, keinginan saya dikabulkan oleh Allah SWT, dimana saya diajak olek sahabat saya Nadia ke Stamford Bridge secara gratis. Dan, momen langka adalah saya bisa foto bersama Matt Damon, aktor Amerika yang saat itu datang ke Stamford Bridge untuk menonton pertandingan yang sama dengan yang saya tonton, tidak dapat berfoto dengan Michael Ballack, setidaknya saya bisa berfoto dengan 'saudara kembar-nya'.

Hany bersama Frank Lampard di Frankfurt
Hany: Keduanya merupakan moment favorit saya. Saya menonton Chelsea di Frankfurt bersama teman-teman dari German Blues (Official Chelsea FC Supporter Club di Jerman). Disana saya melewati banyak rintangan karena pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Frankfurt. Saya tersesat di red district di Frankfurt untuk mencari penginapan murah, kemudian saya juga diusir satpam hotel tempat para pemain Chelsea menginap, hingga dia mengancam akan memanggil polisi apabila saya tidak pergi dari hotel (saya sampai berpikir akan dideportasi gara-gara mengejar pemain Chelsea). Tapi, akhirnya saya bisa bertemu dengan Frank Lampard untuk pertama kali, dan saat itu ia sedang briefing dengan JT, Carlo Ancelotti, etc. Saat ia melihat tulisan yang saya arahkan kepadanya, ia meminta ijin meninggalkan briefing untuk sementara dan menghampiri saya. Air mata saya menetes antara bahagia, terharu dan juga tidak percaya, mimpi saya menjadi kenyataan, saya bertemu dengan pemain idola saya sejak saya berumur 11 tahun. Lampard yang melihat saya menangis, sontak mencoba menenangkan saya dengan berkata, "Its okay, its okay".  Beberapa kali saya berfoto bersama Frankie, dan juga sempat memeluknya dan masih seperti mimpi.

Hany berada di Bangkok, Thailand 2011
Ketika di Bangkok, saya membawa banner bertuliskan "Love Frankie Gimme Your Shirt Please". Selama di Bangkok, setiap harinya saya hanya tidur 4-5 jam, berangkat pagi sekali, pulang ke hotel menginap tengah malam hanya untuk menunggu moment bersama pemain-pemain Chelsea. Setiap menitnya terasa sangat precious,  selama apapun, lebih baik menunggu di hotel pemain Chelsea menginap daripada tidur pulas di hotel. Seandainya diperbolehkan, saya mungkin mendirikan tenda di hotel pemain Chelsea. Keesokan harinya, saya dan beberapa orang teman datang pagi sekali ke hotel pemain Chelsea, tujuannya hanya satu, bertemu mereka sebelum breakfast. Akhirnya tercapai, Lampard turun dari lift, saya pun membuka banner saya, memanggil Frankie, dia mendatangi saya dan dua orang teman saya yang menunggu. Frankie pun membaca banner saya, dan saya pun sempat berkata, "Lampard, can I get your shirt please?". Lampard menjawab bahwa seluruh kaos-nya ada di kamar hotel di lantai atas dan dia berkata bahwa dia tidak bisa melakukan sesi foto karena ditunggu sarapan oleh anggota tim, dia berjanji akan kembali ke tempat kami menunggu setelah sarapan dan meminta kami agar menunggu di tempat yang sama.

Kata-kata yang paling saya ingat, "Will you comeback here, Lampard?" | He answered "Yes, I promise, I promise". Rasanya tak percaya bisa berbicara dengan-nya, dan tidak seperti kejadian di Frankfurt, saya cuma bengong melihat Lampard sambil menangis, tanpa berbicara sepatah katapun. Saat itu, saya dan teman-teman saya berpikir realistis, apakah ada pemain sepakbola ternama rela ke lantai atas untuk mengambil baju dan kembali lagi ke bawah. Tapi, satu jam kemudian Lampard kembali lagi persis di tempat yg ia janjikan, dia membawa dua buah kaos latihan!!! Saat itu keadaan sudah ramai oleh para fans lain, saya tergeser berdiri di paling pinggir karena banyaknya fans yang excited melihat kehadiran Lampard saat itu. Lampard pun memberikan tandatangan kepada para fans, dan berfoto, tapi dia tidak membagikan jersey itu pada fans-fans tersebut. Akhirnya dia mendekat ke arah saya, dan memberikan kaos latihan untuk saya dan satu lagi untuk Amelia, teman saya. Saya sangat kaget, tidak percaya, seorang pemain bola sekelas Frank Lampard kembali ke tempat fans menunggu sambil membawa jersey untuk kami!!!! Tidak banyak pemain sepakbola yang sangat perhatian dan menepati janji-nya kepada fans.


Saat menonton Chelsea di luar negeri, kalian pasti bertemu dengan fans Chelsea dari negara yang berbeda. Menurut kalian, bagaimana mereka?

Lulu, Pam dan Nadia
Lulu: Pada hari pertama tiba di London, tujuan saya pertama kali selain hotel adalah STAMFORD BRIDGE. Berdua dengan sahabat saya, kami pergi menuju Stadium kebanggaan Chelsea dan ketika saya sedang berada di dalam Megastore, saya bertemu dengan dua fans Chelsea yang salah satunya adalah member TRUE BLUE dan sudah sejak kecil menjadi fans berat Chelsea, namanya Pam Middleton dan temannya Omar yang berasal dari Iraq. Mereka sangat bersahabat, meski baru bertemu saat itu, mereka sudah mengajak saya berkeliling untuk Stadium Tour dan setelah itu langsung mengajak berkunjung ke rumah Pam. Bisa dibayangkan betapa terkejutnya saya, karena meski baru kenal, Pam sudah mengajak kami ke rumah-nya, dan bahkan mengundang makan malam di rumahnya. Menurut Pam, dia senang sekali bertemu dengan kami, yang jauh-jauh datang dari Indonesia hanya untuk menonton Chelsea. Dia bahkan memperkenalkan kami kepada fans Chelsea lainnya sebelum pertandingan dimulai. Hingga saat ini saya masih berteman baik dengan Pam dan Omar.

Lulu, Omar dan Nadia
Selain Pam dan Omar, saya bertemu dengan fans Chelsea , yang juga penggemar Michael Ballack, Kyle Weller, seorang gadis asal Australia yang bekerja di London.  Walau tidak bertemu di Stadium, tapi Kylie menyempatkan diri untuk berjalan-jalan bersama.

Saya tidak menyangka dapat bertemu dengan fans Chelsea yang sangat ramah terhadap sesama fans dari Negara lain.







Hany bersama member German Blues di Frankfurt, 2010
Hany: Saya dulu sempat menjadi member German Blues, dan mungkin satu-satunya member dari Asia  saat itu. Tapi mereka tidak membedakan ras , mereka memperlakukan saya sama dengan member-member lain. Hanya saja, terkadang saya tidak paham dengan lelucon mereka di forum, karena berbeda dengan lelucon orang Indonesia. Tapi, mereka semua menyenangkan dan hingga kini, saya masih keep contact dengan teman-teman di Jerman. Terkadang saya merasa iri kalau melihat foto-foto tur mereka ke Stamford Bridge. Setiap weekend, mereka selalu ke Stamford Bridge dan saya yakin itu pasti sangat seru.

Apa yang sebenarnya membuat Chelsea spesial bagi kalian?

Lulu: Mungkin karena kecintaan saya terhadap Klub ini semakin lama semakin besar, apapun mengenai hal yang berhubungan dengan Chelsea menjadi spesial. Tidak hanya pemainnya yang bertalenta, Chelsea juga memiliki manajer handal, walaupun sering berganti-ganti.

Hany: Its passion, its togetherness, Chelsea is a home.



Kapan kalian pertama kali mencintai klub ini?

Lulu: Saya mulai mencintai klub ini pada tahun 2006, saat kepindahan Michael Ballack dari Bayern Munchen ke Chelsea. Sejujurnya, awalnya saya hanya suka Chelsea karena ada Michael Ballack, tapi lama-kelamaan saya tidak hanya mencintai seorang pemain tapi secara keseluruhan yaitu Klub Chelsea FC. Itu terbukti saat Ballack habis masa kontraknya, kecintaan saya terhadap klub ini tidak pudar, bahkan bisa dikatakan kecintaan saya ke Chelsea semakin besar.

Hany: Saat Frank Lampard pindah tahun 2001


Apa opini kalian tentang Roman Abramovich?

Lulu: Seorang multi milyuner yang mempunyai kecintaan terhadap sepak bola, dengan kekayaannya dapat membeli sebuah klub dan menjadikannya salah satu klub elite di Eropa. Tapi, dia sesuka hati untuk turut ikut campur dalam pembelian pemain dan memecat pelatih, tidak dapat dipungkiri karena dia lah sang pemilik klub tersebut.

Hany: Seorang bos, terkadang pengambilan keputusannya sering tidak kami terima sebagai fans, tapi tanpa dia, belum tentu Chelsea bisa menjadi salah satu klub besar di Eropa seperti sekarang.


Suporter Chelsea di luar Inggris sering disebut Glory Hunter karena mereka mencintai klub ini saat popularitas mereka menanjak. Bagaimana menurut kalian?

Lulu: Menurut saya ada benarnya, karena saya menyaksikan sendiri saat Chelsea menjuarai Premier League di tahun 2010, ada begitu banyak fans baru, sehingga saat menonton bareng terasa sekali atmosfirnya. Berbeda dengan akhir musim 2010-2011, yang hanya kurang lebih 20 orang. Dan tentunya terjadi perubahan yang sangat signifikan saat Chelsea menjadi Juara Liga Champions, sangat banyak  yang menjadi fans baru.

Hany: Itu adalah bohong kalau kita sebagai fans tidak mau melihat tim kita mencapai kejayaan. Kalau siaran tv untuk pertandingan Liga Champions tidak disiarkan ke luar Eropa dan tidak ada siaran BPL di Indonesia, mungkin kita tidak akan mencintai Chelsea saat ini. Cinta itu datang karena terbiasa, kalau saya dulu terbiasa nonton Man. United, mungkin sekarang saya cinta Man United, tapi karena saya terbiasa nonton Chelsea makanya saya cinta Chelsea.


Menurut kalian apa yang terpenting dalam menjadi suporter sebuah klub?

Lulu: Kecintaan terhadap klub tersebut, tidak peduli pada saat klub tersebut menjadi juara atau terseok-seok berada di posisi bawah, menang atau kalah tetap mendukung klub tersebut apapun yang terjadi.

Hany: Pembelian jersey asli, sehingga klub mendapat pemasukan.


Siapa pemain favorit kalian dan kenapa?

Lulu berfoto bersama Fernando Torres di Bangkok, 2011
Lulu:Untuk kategori mantan Pemain Chelsea, adalah Michael Ballack. Walau sudah pensiun,  tapi tetap menjadi pemain favorit saya sepanjang masa. Karena Ballack, saya menjadi fans Chelsea. Semasa aktif menjadi pemain, menurut saya, Michael Ballack adalah salah satu dari Gelandang Terbaik di Dunia. Dia dapat bermain dengan menggunakan kedua kakinya, jago dalam bola-bola udara dan juga salah satu algojo penalti terbaik.

Untuk pemain saat ini, yaitu Fernando Torres. Walau banyak fans Chelsea yang tidak menyukai Fernando, saya tetap mendukungnya. Mungkin masa keemasan Torres sudah habis, tidak seperti di klub sebelumnya. Tapi Torres membantu klub dengan gol-gol penting walau bukan menjadi top scorer.

Yang kedua, adalah Cesar Azpilicueta, salah satu pemain muda berbakat di Chelsea yang bermain di posisi Bek Kanan.


Hany: Frank Lampard, he's more than a player, a legend. Pemain yang berkharisma, ramah kepada fans, sosok yang perlu dicontoh oleh pemain-pemain muda Chelsea saat ini.


Siapa pemain yang paling kalian harapkan untuk bergabung ke Chelsea musim depan?

Lulu: Menurut saya saat ini pemain yang ada sudah cukup. Untuk striker, Chelsea dapat memanggil kembali Romelu Lukaku, untuk menambah kekuatan di lini depan.

Hany: Lewandowski


Lalu, menurut kalian apakah Chelsea akan mampu meraih trofi Premier League dan Champions League musim depan atau setidaknya di masa empat tahun kontrak Jose Mourinho?

Lulu: Sebagai  seorang fans tentunya saya sangat berharap Chelsea mampu meraih trofi Premier League dan Champions League dan semoga dibawah asuhan Jose Mourinho, Chelsea mampu meraih dua trofi tersebut, dan trofi yang lain seperti FA Cup dan League Cup.

Hany dan teman-temannya sesama fans Chelsea di Bangkok, 2011
Hany: Saya yakin Chelsea bisa melakukannya. If you love something you'll give all your best to prove your love and thats what JM would do to prove his love as he stated before he came in the club which he loved already. Komposisi pemain Chelsea saat ini sudah membuktikan kelasnya sebagai raksasa Eropa tahun ini, penambahan beberapa pemain baru akan menambah kekuatan tim menjadi lebih kuat lagi, ditambah strategi dari Jose Mourinho, saya yakin kejayaan Chelsea masih akan terus bersinar lebih terang lagi.


Chelsea akan ke Indonesia pada bulan Juli, apa saja rencana kalian untuk menyambut mereka?

Lulu: Saya ingin merasakan atmosfir yang tentunya berbeda saat menonton mereka di tiga negara yang telah saya kunjungi, apalagi mereka bermain di negara saya sendiri. Rencana saya adalah menonton pertandingan mereka di GBK dan jika ada kesempatan saya ingin menyambut mereka.

Hany: Belum ada persiapan apapun, karena hotel tempat pemain menginap sudah fullbooked. Harga meet and greet, signing session dll juga terlalu overpriced, sepertinya hanya memungkinkan untuk menonton di stadion GBK.


Thanks to: Lusiana Sambouw (@luluballe) dan Hany Ridha (@HoneyKlose)


KTBFFH

READ MORE - Fans Chelsea dari Indonesia Mengelilingi Dunia (Part 3)