10 September, 2013

Jeda Internasional yang Membuat Frustasi


Hari Minggu lalu saya baru saja khatam menyaksikan Grand Prix Italia yang diselenggarakan di sirkuit Monza, rumah bagi tim legendaris, Scuderia Ferrari F1 Team. Dari sesi kualifikasi sudah terlihat bagaimana Fernando Alonso mati-matian berusaha mencatatkan waktu terbaik. Namun, apa daya mobil Ferrari tidak cukup cepat untuk bersaing dengan mobil tim Red Bull Renault. Puncaknya adalah ketika pada transmisi radio terekam Alonso memaki timnya di akhir kualifikasi (Alonso sang pembalap utama Ferrari hanya berada di posisi 5). Pun begitu saat balapan, tertinggal nyaris 8 detik di belakang Vettel dari Red Bull yang dengan santainya melaju sendirian di depan. Saya curiga Vettel sempat menepi sebentar, turun dari mobilnya, mengambil foto selfie, dan mengunggahnya ke Instagram sebelum melanjutkan balapan lagi dan tetap memimpin sendirian di depan.

Begitu digdayanya mobil tim Red Bull membuat Alonso patah arang dan frustasi. Ada jeda waktu yang begitu jauh antara Vettel dan Alonso. Bahkan muncul idiom "Alonso dikontrak oleh Ferrari tapi seakan-akan yang dia kendarai adalah Fiat."

Well, selalu ada kata postif dalam setiap kekalahan: "Next race is ours!" --- Lihat betapa miripnya Ferrari dengan Liverpool.

Saya begitu berempati pada Alonso karena saya merasakan rasa frustasi yang sama. Pekan ini liga-liga Eropa sedang break dengan dalih pertandingan internasional. Sejujurnya saya tidak begitu peduli dengan jeda internasional apapun embel-embelnya. Entah itu kualifikasi Piala Dunia, kualifikasi Piala Eropa, kualifikasi Liga Champion Antar Galaksi dan semacamnya.

Siapa yang peduli bila kemarin Ronaldo mencetak hattrick bagi Portugal? Siapa peduli Inggirs terancam gagal lolos ke Brazil? Siapa peduli Brazil melumat Australia 6-0? Waktu terasa lambat saat ada jeda internasional.

Tidak pernah ada yang peduli pada pertandingan internasional, yang kebanyakan orang pedulikan hanyalah hasil akhirnya, siapa yang lolos dan siapa yang tidak.

Sekarang untuk menonton tayangan liga Eropa yang berkualitas saja kita harus bayar (terkutuklah kalian yang mengambil keuntungan dari para fakir bola seperti kami!!). Eh, malah dipotong oleh jeda semacam ini. Sudah sewajarnya FIFA memberikan kompensasi bagi kita yang sudah membayar demi bisa menonton liga-liga Eropa. Apakah sebaiknya jeda internasional ditiadakan saja? Dan untuk menentukan tim-tim yang lolos ke Piala Dunia dilakukan dengan polling SMS?

Tapi saya tahu hal-hal seperti itu tidak akan terjadi dan pada akhirnya kita harus bersabar menunggu jeda internasional ini usai. Apabila anda merasakan frustasi dan tingkat kebosanan yang sama, ingatlah Fernando Alonso dan jarak 8 detik yang harus ditempuhnya.


by: -@masdimsum- (Tolong segala cacian dan hinaan diarahkan ke penulis bersangkutan. Yang tercantum adalah username twitter sang penulis, bukan pemilik blog ini. Pemilik blog ini adalah @nandaisme_, wanita baik-baik dan berhati mulia, yang memang agak berpihak pada alur logika @masdimsum, demi konspirasi kemakmuran masing-masing).


READ MORE - Jeda Internasional yang Membuat Frustasi

04 September, 2013

Alasan Madrid Membeli Gareth Bale

Gareth Bale

Jadi, setelah salah satu teman saya menulis artikel tentang Gareth Bale, dan saya membacanya, saya tidak punya pilihan lain selain menawarkan artikel tersebut untuk dimuat di blog ini.

Artikel ini terlalu sayang untuk dilewatkan mengingat ada beberapa hal mengenai logika teman saya, @masdimsum , yang layak untuk diperbincangkan meskipun itu tabu untuk diketahui khalayak umum.

Yah, selain itu ada beberapa hal yang diluruskan mengenai yayasan yang dimilikinya, Yayasan Sobat Dimsum, dan pembicaraan tentang Gareth Bale di artikel ini sebenarnya hanyalah pengalihan isu belaka.

Dan, anda semua silahkan menilainya.


                            Alasan Real Madrid Membeli Gareth Bale

Apa yang akan Anda lakukan bila Anda memiliki 100 juta Euro? Kalau saya, saya akan gunakan setengahnya untuk membiayai pembangunan sekolah-sekolah di daerah perbatasan yang terpencil dan separuhnya lagi akan saya gunakan untuk mendirikan Yayasan Sobat Dimsum, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendanaan bagi siswa berprestasi yang mau melanjutkan studi di luar negeri.

Saya bercanda.

Well, akan saya habiskan 100 juta Euro untuk membeli Ferarri paling mahal di muka bumi, jalan-jalan ke bulan, dan membeli sebagian saham klub medioker Liga Inggris.

Tapi tidak bagi Real Madrid, mereka menggunakan uang sebanyak itu untuk memboyong talenta Wales bernama Gareth Bale dari Tottenham Hotspurs. Tidak jelas alasannya apa, karena menurut saya yang lebih dibutuhkan Madrid saat ini adalah gelandang bertipe bertahan yang ngotot semodel Makelele dulu atau penyerang tengah yang mumpuni sekelas Radamel Falcao, Ibrahimovic atau Edinson Cavani.


Gareth Bale adalah seorang bek sayap yang bertransformasi menjadi winger dan terkadang menjadi second striker. Tepat. Bale benar-benar seseorang yang dibutuhkan Madrid kalau saja tidak ada Ronaldo, Di Maria, dan Mesut Ozil (nama terakhir sudah dilego ke klub medioker Inggris dan memecahkan rekor transfer klub tersebut).

Apalagi pelatih Madrid saat ini Carlo Ancelotti bukanlah pelatih yang gemar menyerang dari sayap, beliau lebih suka menumpuk pemain di tengah dan menekan dengan pressing ketat. Kita sudah lihat bagaimana Ancelotti berusaha menjadikan Ronaldo penyerang mendampingi Benzema saat Madrid mengalahkan Bilbao 3-1 pekan lalu, tapi hasilnya tidak sebaik jika dia ditempatkan di posisi aslinya sebagai winger.


Saya mencoba menerka alasan sebenarnya mengapa Madrid ngotot membeli Bale, dari segi taktik, jelas itu harus memaksa Ancelotti keluar dari pakem permainan dia selama ini karena dia harus mengakomodasi permainan dengan menggunakan sayap. Mengatur posisi Ronaldo saja sudah sulit, ini ditambah Bale pula.


Gareth Bale/ Reuters

Dari segi ekonomis, well, jujur saja, wajah saya masih jauh lebih tampan dan memiliki nilai jual ketimbang Bale (no offense). Bale belumlah memiliki kharisma seperti Becks atau tampang sekeren Ronaldo, bila saya adalah seorang wanita dan ada Drogba dan Gareth Bale berdiri telanjang dada di hadapan saya maka saya lebih memilih Drogba.

Satu-satunya alasan yang masuk akal mungkin adalah karena Barcelona telah membeli Neymar Jr yang juga merupakan komoditi "panas" di bursa transfer. Pernahkah Anda merasa iri saat tetangga Anda punya barang baru? Entah itu mobil atau motor atau bahkan sekedar satu set sofa baru? Jangan bohong.



Itulah yang dirasakan Madrid saat Barcelona membeli mobil baru bermerk Neymar Jr. Madrid ngotot harus punya mobil juga yang lebih mahal dari apa yang sudah Barca beli meskipun ironisnya, Madrid masih punya mobil-mobil lain yang bagus di garasinya.

Begitulah akhirnya Madrid membeli mobil bermerk Gareth Bale yang dengan kepiawaian salesnya si Daniel Levy mobil tersebut terjual dengan harga 100 juta Euro meskipun harga pasarnya di bawah itu. Jika Arsene Wenger adalah Manajer Investasi ternama, maka Daniel Levy adalah salesman nomor satu.

Kini mobil tersebut sudah terparkir di garasi Madrid dan siap digunakan, tinggal kitalah penikmat sepakbola yang menentukan apakah langkah Madrid itu tepat ataukah menjadi blunder diakhir musim?

Satu hal yang pasti, 100 juta Euro bila dibelikan kerupuk atau cendol, maka Anda bisa beli barang beserta abang-abangnya.
 

NB: Silahkan kunjungi twitter dari sang penulis di -- @masdimsum --


READ MORE - Alasan Madrid Membeli Gareth Bale