19 Juli, 2015

READ MORE -

08 Agustus, 2014

Hormati Profesionalisme Lampard Tanpa Syarat




Saat Frank Lampard memutuskan untuk meninggalkan Chelsea di musim panas tahun ini, itu sudah menjadi sebuah berita besar. Angan jutaan fans Chelsea di seluruh dunia untuk melihat salah satu, jika kita tidak bisa menyebutnya sebagai yang terhebat, pemain terbaik yang pernah bermain untuk Chelsea mengakhiri karirnya dengan seragam The Blues pun sirna. Frank Lampard memilih untuk melanjutkan karirnya sebagai pesepak bola ke MLS dan bermain untuk New York City FC.

Perkembangan berita mengenai karir pemain kelahiran Romford, 20 Juni 1978 ini kian menarik untuk diikuti mengingat New York City FC adalah sebuah klub waralaba yang dimiliki rival Chelsea di Liga Primer Inggris, Manchester City. MLS baru akan bergulir pada bulan Maret 2014, dan pertanyaan mengenai kemana Lampard akan menghabiskan waktunya selama tujuh bulan ke depan pun muncul. Diperkirakan sebelumnya dia akan memilih kembali ke Chelsea untuk berlatih demi menjaga kondisinya tetap bugar. Tapi, seolah menambah unsur drama setelah kepergiannya dari Stamford Bridge, Lampard akhirnya mencapai kesepakatan peminjaman jangka pendek dengan Manchester City.

Aneh rasanya melihat legenda terbaik Chelsea mengenakan seragam klub rival. Tapi, loyalitas dalam sepak bola menurut saya memiliki terjemahan yang berbeda saat ini. Ini bukan sebuah alibi pelipur lara, tapi sebuah bentuk kesadaran bahwa bisnis dan impian dari sebuah kondisi ideal tak selalu berjalan beriringan, sering berbenturan malahan.

Itulah yang terjadi dalam kasus kepindahan Frank Lampard. Jika kita melihat kembali betapa tinggi profesionalisme yang menggiringnya ke level terbaik, ia tentunya berharap menghabiskan karirnya dengan waktu bermain yang tak pernah berkurang. Hasratnya untuk selalu berada di atas lapangan, berkompetisi, bekerja keras, membuahkan pujian dan rasa cinta yang tak surut dari pendukung Chelsea. Bukankah begitu? Bukankah karakter itu yang membuatnya menjadi pemain kesayangan suporter The Blues di seluruh penjuru dunia?

Salah satu kabar yang paling banyak beredar mengiringi kepindahannya ke Etihad adalah bahwa ia mengajukan syarat untuk tidak dimainkan saat City berhadapan dengan Chelsea pada 20 September mendatang. Lampard belum memastikan kebenaran kabar ini.

Membayangkan Lampard mengenakan seragam City saat melawan Chelsea terasa sama sulitnya dengan mempercayai kebenaran kabar itu. Melihat beberapa fans Chelsea yang bereaksi bahagia dengan rumor itupun menimbulkan tanda tanya. Lampard telah memberikan segalanya selama 13 tahun terakhir, dan masih haruskah fans Chelsea memiliki tuntutan lebih terhadap dirinya saat ia tak lagi menjadi bagian dari klub ini?

Apakah harus dengan memilih untuk tidak dimainkan saat melawan Chelsea untuk tetap mendapatkan rasa hormat dari pendukung Chelsea? Ini seperti omong kosong. Maksudnya, setelah memberikan segalanya selama 13 tahun, profesionalisme yang tak pernah berkurang sedikitpun itu, mengapa ia tidak bisa menjadi Lampard yang sama yang selama ini kita kenal saat ia menginjakkan kakinya di tempat yang lain?

Satu kisah terlintas, menjelang Chelsea menghadapi Liverpool di leg kedua semi final Liga Champions 2007-08. Semua orang tahu Lampard sedang berduka saat itu dan dia tetap memilih bermain dalam sebuah laga penuh tekanan, yang akhirnya menjadi penghantar Chelsea ke final pertama mereka di Liga Champions. Soal gol penalti yang dirayakannya dengan penuh emosi itu, fans Chelsea pun pasti mengingatnya. Namun, ada sebuah cerita kecil yang mungkin terlewatkan di ingatan suporter. Mantan manajer interim Chelsea, Avram Grant, mengungkapkan bahwa Lampard sebenarnya baru menyatakan kesediaannya untuk bermain pada pukul 10 pagi waktu setempat, sementara laga digelar pukul 8 malam. Itu salah satu momen terberat dalam hidupnya, begitu berat hingga ia harus mengambil keputusan yang cukup mendadak seperti itu. Tapi, ia tetap tampil sebagai salah satu pemain terbaik dalam laga yang berlangsung 120 menit tersebut.

Lalu, saat dua golnya ke gawang Aston Villa yang mencatatkan namanya sebagai top skor Chelsea sepanjang masa. Pada latihan sehari sebelumnya, Lampard seperti biasanya menjadi pemain yang paling akhir meninggalkan tempat latihan, di tengah guyuran hujan yang membuat para pemain lainnya menyingkir dari lapangan. A very top profesional in any conditions, that's it.

Sebagai profesional, Lampard mungkin hanya menuntut satu hal selama berseragam Chelsea, dan jelas itu adalah gaji. Dia sudah tidak digaji Chelsea, jadi jangan berharap dirinya untuk berbuat ini itu demi Chelsea. Itu terasa tidak adil untuk dirinya.

Fans Chelsea setidaknya harus tetap menghormati keputusannya jika dia tetap bersedia dimainkan saat City menghadapi Chelsea. Biarkanlah ia melakukan apa yang bisa dilakukan legenda-legenda Chelsea sebelumnya, Pat Nevin dan Hasselbaink. Pat Nevin mencetak gol dengan seragam Everton saat melawan Chelsea, Hasselbaink mencetak gol saat ia berseragam Charlton di tahun 2006. Publik Stamford Bridge tetap memberikan penghormatan ketika dua legenda ini melaksanakan kewajiban profesionalnya.

Lagipula, coba dipikir sekali lagi, lini tengah Manchester City itu salah satu lini tengah dengan materi pemain paling bagus di Liga Primer Inggris. Dengan usianya yang 36 tahun, Lampard harus berjuang ekstra keras ditambah kemurahan hati sang pengatur nasib manusia jika ingin mendapatkan kesempatan bermain secara reguler. City juga tidak gegabah, mereka tahu Lampard hanya bersama mereka selama enam bulan. Membuat Lampard sebagai pemain kunci untuk paruh pertama musim 2014/15 bisa berakibat fatal untuk City. Jika sampai timbul ketergantungan, kemana mereka akan mencari Lampard saat ia harus kembali ke New York City FC awal tahun depan?


NB: Baca juga artikel ini di sini http://www.ftbpro.com/id/posts/nanda.febriana/1158607/fans-chelsea-harus-menghormati-frank-lampard-tanpa-syarat?a_aid=53b3ac3dd198c


KTBFFH
READ MORE - Hormati Profesionalisme Lampard Tanpa Syarat