06 Juni, 2013

Thibaut Courtois: Di Antara Ambisi dan Profesionalisme

Tak bisa disangkal jika Chelsea menjadi salah satu klub yang paling ramai diberitakan dalam dunia transfer pemain semenjak desas-desus (dan akhirnya menjadi kenyataan) kembalinya Jose Mourinho. Beberapa nama yang paling sering dibahas media dalam beberapa hari terakhir adalah nama David Luiz, Ramires, Juan Mata, (bahkan) John Terry, Brana Ivanovic serta THIBAUT COURTOIS.

Saya capslock nama terakhir karena ‘konflik’ seputar dirinya yang saya anggap paling menarik.

Jadi, jika dilihat dari segi kepemilikan pemain di posisi goalkeeper, Chelsea mungkin bisa dikatakan salah satu yang paling beruntung di dunia ini selain Timnas Jerman yang memiliki lebih dari satu kiper handal. Courtois sejatinya adalah pemain Chelsea dengan status pinjaman di Atletico Madrid. Di tahun 2011 dia menandatangani kontrak selama lima tahun dengan Chelsea dan dalam dua musim terakhir bermain untuk Atletico Madrid.

Performa Courtois sangat mengejutkan karena konsistensi yang ditunjukkannya. Akhir musim 2012-13, Thibaut Courtois menerima penghargaan Zamora Trophy, sebuah penghargaan yang diberikan karena kelihaiannya di bawah mistar gawang membuat timnya menjadi yang paling sedikit kebobolan di ajang La Liga dengan hanya kebobolan 27 gol. Menurut saya, Atletico Madrid sangat beruntung ‘menemukan’kiper jempolan untuk menggantikan kiper mereka sebelumnya yang kini menjadi pilihan utama di Old Trafford.

Usianya masih 21 tahun dan yang jelas karirnya (dengan posisi sebagai kiper) masih sangat, sangat panjang. Tapi, kegemilangan performanya membuat dia berada dalam sebuah posisi dilema.

Hasratnya sebagai seorang atlet mendorongnya untuk terus ingin bermain secara reguler di bawah mistar Atletico Madrid, yang mana akan membuat kemampuannya tetap terasah dan siap membela generasi emas Timnas Belgia jika lolos ke Piala Dunia tahun depan. Di sisi lain, profesionalisme akan membuatnya mau tak mau harus rela jika Chelsea memutuskan untuk menggunakan jasanya.

Masalahnya, Chelsea masih memiliki Petr Cech. Salah satu kiper terbaik di Eropa dan dunia saat ini. Tak bisa disangkal. Usia Petr Cech ‘masih’ 31 tahun. Ya, dalam ukuran kiper kita semua tahu, usia tidak menjadi sebuah masalah yang sangat besar seperti pemain di posisi lain. Gianluigi Buffon, Edwin van Der Sar atau bahkan kiper yang hanya bermain di klub-klub medioker seperti Brad Friedel, sudah membuktikan hal tersebut. Artinya, sangat mungkin sekali Petr Cech masih akan menjadi pilihan utama The Blues saat usianya nanti 36-37 tahun jika dia bisa mempertahankan performanya dan kemudian Chelsea memutuskan untuk terus mempertahankannya. Itu masih lama sekali…..

Masihkah Chelsea perlu memaksakan niat mereka untuk memboyong Courtois sekarang dan kemungkinan terbesarnya hanya akan membuatnya menjadi pelapis Petr Cech? Bermain di kompetisi-kompetisi ‘minor’ ala Piala FA atau Piala Liga Inggris? Sementara jika dia tetap di Atletico Madrid, musim depan setidaknya dia akan dua kali berhadapan dengan kekuatan super dahsyat duet Neymar dan Lionel Messi dan bisa bermain di Liga Champions sebagai kiper utama?

Fans Chelsea (sebagian besar) berkata bahwa Chelsea membutuhkan pelapis yang bagus untuk posisi kiper. Well, saya bisa katakan pelapis yang bagus tidak sama dengan kelas permainan Thibaut Courtois dalam dua musim terakhir. In my opinion, Courtois is not just good, he is one of the best goalkeeper in the world right now. Mubazir rasanya jika harus menyia-nyiakan bakat Courtois di bangku cadangan, menyakitkan untuk mereka yang tidak hanya mencintai Chelsea, tapi juga benar-benar mencintai sepakbola.

Belajar juga dari pengalaman Man. United di musim 2011-12, saat Anders Lindegaard ternyata bisa menggusur kepercayaan Sir Alex terhadap David De Gea. Permasalahan rapuhnya pertahanan United di musim itu bukan hanya badai cedera yang menimpa beknya, tapi juga karena mereka memiliki dua matahari di bawah mistar gawang mereka dan dampaknya adalah sering terjadi miss komunikasi dengan para bek, karena mereka semua tidak rutin bermain bersama.

Kiper adalah posisi yang sangat krusial. Pendek kata, in my opinion, tim sepakbola idealnya tidak bisa memaksakan rotasi di posisi ini. Kiper utama itu cuma satu, bukan sepasang bek tengah, bukan bek kanan yang masih bisa digeser ke kiri. Bukan pula gelandang serang yang bisa difungsikan sebagai jangkar atau deep lying playmaker atau striker yang bisa jadi penyerang lubang. Kepercayaan terhadap kiper utama harus mutlak untuk satu orang, bukan untuk dua pemain yang sama bagusnya.

Saya bisa memahami jika Courtois dengan terbuka meminta agar Chelsea tetap membiarkannya di Atletico Madrid.

“I think I will have to play for another English team for a year or two before I join Chelsea. I’m quite happy with my performances for Atlético. But given Petr Čech is one of the best keepers in the world, I think I will have to stay put.” (Thibaut Courtois)

Dia tak hanya berbicara soal keinginannya, dia juga meletakkan rasa hormat yang besar untuk Petr Cech dengan mengakuinya sebagai kiper kelas dunia. Secara tidak langsung hal itu bisa saja menyiratkan ia tak ingin membuang waktu di bangku cadangan Chelsea sambil menunggu performa Petr Cech merosot atau terkena cedera. Dia tak mau berharap yang terburuk untuk rekan satu timnya dan tim induknya. Dia tak tergoda dengan nama besar Chelsea dan bersedia untuk bertahan di klub yang tidak terlalu populer seperti Atletico Madrid. Dia juga bukannya berkata bahwa dia menolak untuk membela Chelsea, dia hanya merasa bahwa dirinya harus menunggu saat yang tepat. Itu adalah gabungan dari ambisi murni dan etika profesionalisme yang luhur, in my opinion.

Jadi, saya akan meletakkan segala empati saya untuk apapun yang diinginkan Thibaut Courtois saat ini, bertahan di Atletico Madrid dan untuk sejenak (atau entah sampai kapan), menunda mimpinya menjadi kiper utama Chelsea. Karena, seorang pemain (seharusnya) tak hanya menjadi seonggok daging mahal.


Up The Chels!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar